dc.description.abstract |
Comfort women atau padanan dalam Bahasa Indonesia yaitu budak seks, merupakan salah satu permasalahan yang mempengaruhi kestabilan hubungan diplomasi Jepang terhadap Korea Selatan. Permasalahan budak seks dimulai ketika Perang Dunia II berakhir, yaitu sejak tahun 1945 hingga sekarang, karena adanya perbedaan pandangan dari Jepang dan Korea Selatan. Dengan menggunakan konsep politik luar negeri, diplomasi, diplomasi bilateral, dan diplomasi permintaan maaf, penelitian ini akan membahas bagaimana upaya diplomasi Jepang terhadap Korea Selatan dalam menyelesaikan permasalahan budak seks. Permasalahan ini merupakan penyebab terhambatnya kerjasama Jepang dengan Korea Selatan, baik dalam bidang ekonomi, keamanan, maupun budaya. Sehingga diperlukan adanya upaya diplomasi dari Jepang untuk melanjutkan kerjasama. Puncak dari upaya diplomasi bilateral Jepang yakni Agreement on Comfort Women atau Kesepakatan Perbudakan Seks pada 28 Desember 2015, yang telah disepakati oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Presiden Korea Selatan Park Geun Hye. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Tujuan dalam penelitian ini untuk menganalisis upaya - upaya diplomasi Jepang terhadap Korea Selatan setelah Kesepakatan Perbudakan Seks 2015 disepakati, hingga 9 Januari 2018 saat Korea Selatan secara sepihak membatalkan perjanjian, sekaligus menjadi temuan yang paling penting dari penelitian ini. Keterlibatan peran dari media massa di Jepang dan Korea Selatan pun, turut ikut serta dalam upaya diplomasi Jepang untuk menyelesaikan permasalahan budak seks terhadap Korea Selatan. Diplomasi yang dilakukan oleh Jepang terhadap Korea Selatan dalam permasalahan budak seks, merupakan salah satu upaya Shinzo Abe untuk memenuhi kepentingan dalam negeri dan meningkatkan citra Jepang di komunitas Internasional. |
en_US |