dc.description.abstract |
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dilema keamanan NATO
sehingga menyebabkan keengganannya untuk mematuhi komitmen pengeluaran
militernya. Dilema tersebut menemukan dirinya dalam perbedaan persepsi Eropa
tentang ancaman tahun ini. Dalam Perang Dingin, NATO memegang tonggak
sejarah yang kuat dalam memperjuangkan kepentingan keamanan Eropa, dengan
mengikat negara-negara demokrasi Eropa, mengurangi kemungkinan konflik, dan
memberikan lawan yang setara kepada Rusia. Pasca Perang Dingin, persepsi
tentang ancaman telah berubah; kekacauan di Eropa Timur, migrasi, dan
terorisme. Kewaspadaan NATO terhadap ancamannya telah berkurang, meningkat
setelah aneksasi Krimea pada tahun 2014. Pada tanggal 5 September 2014 di
Wales Summit, NATO sepakat untuk memulai pembagian biaya yang adil dan
seimbang, untuk, membelanjakan 2% dari PDB negara untuk pertahanan. Selagi
Amerika Serikat terus menekan negara-negara Eropa untuk membelanjakan lebih
banyak, hanya 8 dari 29 anggotanya yang membelanjakan 2% pada tahun 2019.
Penelitian ini akan memanfaatkan konsep Dilema Keamanan Aliansi yang
diberikan oleh Glenn Snyder, dan juga Under-balancing dari Schweller's. Konsep
Snyder membantu menjelaskan bahwa bagian Barat Eropa mengalami dilema,
memilih berkorban lebih banyak untuk aliansi, yang berarti diri mereka dalam
situasi tidak aman yang terlalu mahal. Di sisi lain, Eropa Timur memiliki pilihan
yang terbatas, menghadapi keruntuhan ekonomi mereka sambil juga berurusan
dengan perilaku agresif Rusia di wilayah tersebut. Mereka cenderung memilih
terjebak dalam kepentingan negara kuat. Keputusan akhir yang cenderung kurang
seimbang akan dieksplorasi dalam konsep Schweller. Dalam menjelaskan
permasalahan tersebut, penelitian ini membutuhkan interpretasi untuk
menganalisis kasus yang diberikan. Oleh karena itu, analisis interpretatif akan
menjelaskan makna dan signifikansi untuk memahami sebab dan akibat dari
perilaku NATO dalam menyikapi ancaman tersebut. |
en_US |