Abstract:
Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji lebih lanjut tentang alasan mengapa Indonesia sebagai “non-claimant honest broker” di sengketa Laut Cina Selatan dianggap inkonsisten. Dalam beberapa tahun terakhir ketika intensitas isu ini meningkat, Indonesia dihadapkan pada tantangan baru dalam menjalankan perannya tersebut. Agresivitas Cina menuntut Indonesia untuk menjaga kedaulatan maritimnya di tengah tumpang tindihnya Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dengan klaim Nine-Dash Line. Di saat yang bersamaan, Indonesia juga memiliki komitmen untuk memfasilitasi dialog perdamaian antara ASEAN dan Cina berdasarkan Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DoC). Kompleksitas peran ini kemudian semakin terlihat ketika Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Jokowi justru malah mendekatkan diri pada Cina untuk kepentingan ekonomi dan pembangunan. Melihat bertabrakannya kepentingan yang ada dengan konsep peran honest broker yang dijalankan Indonesia, maka penulis melakukan analisis kualitatif menggunakan role theory yang dikemukakan oleh Holsti untuk mengkaji konsistensi peran Indonesia tersebut. Penelitian ini kemudian menemukan bahwa tindakan Indonesia yang dianggap tidak konsisten, sebetulnya adalah upaya untuk memenuhi konsepsi internal dan ekspektasi eksternal atas perannya tersebut, dan tidak bisa serta-merta disebut sebagai bentuk inkonsistensi—melainkan bentuk rasionalitas.