Abstract:
Isu feminisme dan identitas gender merupakan topik yang cukup kompleks dan kian menantang era digital ini. Wacana seputar identitas gender berpusat pada persoalan apakah kategori identitas gender itu adalah kebenaran yang sifatnya “natural” atau suatu hal yang dihasilkan dari konstruksi sosial? Represi-represi kultural melalui konstruksi bahasa mengandaikan adanya cara hidup objektif dari sebuah identitas baik sebagai orang “laki-laki” ataupun “perempuan”. Lalu era digital dewasa ini menambah kompleks isu identitas gender di mana konstruksi ‘identitas’ menjadi sangat cair atau tidak memiliki dasar yang bersifat konkret karena kehadiran teknologi yang di dorong oleh canggihnya komputasi algoritma. Maka tujuan penulisan skripsi ini adalah menganalisis identitas gender untuk memperlihatkan bahwa konsep-konsep identitas gender yang ada dan kita gunakan selama ini bersifat performatif. Untuk itu penulis menggunakan filsafat feminisme Butler sebagai pisau analisisnya karena sangat relevan dalam menggambarkan situasi pembentukan identitas gender di pusaran era digital ini. Dari paparan ini, bisa disimpulkan bahwa perlunya mengkaji ulang gagasan kunci filsafat Butler tentang identitas gender melalui basis etika kebenaran pragmatik. Intinya, wacana dan penafsiran atas identitas gender lebih ditekankan pada aspek “liberasi” dan bukan “representasi”.