Abstract:
Genosida di Rwanda yang terjadi pada tahun 1994 selama 100 hari merupakan sebuah tragedi yang mengerikan. Tentunya banyak sekali pertanyaan yang masih belum terjawab terkait dengan pembantaian etnis Tutsi oleh etnis Hutu tersebut. Terjadinya genosida dalam jangka waktu yang sangat lama ini, menjadi perhatian dunia internasional pada tahun 1994. Salah satunya adalah negara Amerika Serikat. Sebagai salah satu negara yang menandatangani Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide, sudah menjadi keharusan bagi Amerika Serikat untuk melakukan tindakan yang lebih lagi untuk mencegah ataupun memberhentikan genosida di Rwanda. Terlebih lagi, Amerika Serikat pernah membantu menengahi kedua etnis melalui Perjanjian Arusha yang diselenggarakan oleh Organisasi Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa dan mengetahui adanya peluang kegagalan. Oleh karena itu, penulis ingin menganalisis Kepentingan Nasional Amerika Serikat dan kaitannya dengan dinamika genosida di Rwanda. Penulis memilih untuk menggunakan teori realisme sebagai salah satu teori utama untuk menganalisis peran Kepentingan Nasional Amerika Serikat dalam genosida di Rwanda tahun 1994. Seperti pemikiran realis, Amerika Serikat merupakan negara yang egosentrik dan agresif, sehingga rela melakukan apapun demi tercapainya kepentingan nasionalnya. Hal inilah yang membuat Amerika Serikat mengambil keputusan untuk tidak banyak campur tangan dalam pencegahan dan pemberhentian genosida meskipun Amerika Serikat mengetahui kasus genosida ini terjadi di Rwanda.