Renegosiasi United States-Korea Free Trade Agreement tahun 2017-2018

Show simple item record

dc.contributor.advisor Pakpahan, Aknolt Kristian
dc.contributor.author Liana, Kezia
dc.date.accessioned 2022-11-07T09:26:22Z
dc.date.available 2022-11-07T09:26:22Z
dc.date.issued 2021
dc.identifier.other skp41571
dc.identifier.uri http://hdl.handle.net/123456789/13566
dc.description 9937 - FISIP en_US
dc.description.abstract Menjalin hubungan ekonomi melalui aktivitas perdagangan bebas sejak Perang Dingin telah menjadi strategi ekonomi Amerika Serikat, termasuk dengan Korea Selatan sebagai salah satu negara aliansi politik dan militer. Pada tahun 2012, United States – South Korea Free Trade Agreement (KORUS FTA) menjadi wujud penguatan kerjasama keduanya dalam bidang ekonomi dengan harapan mampu memperkuat hubungan dagang keduanya. Namun, Amerika Serikat secara sepihak pada tahun 2017 memberlakukan kebijakan pengenaan tarif, menyatakan permintaan renegosiasi, bahkan mengancam untuk mengundurkan diri dari perjanjian sehingga menimbulkan ketegangan diantara kedua negara. Situasi ini menimbulkan pertanyaan untuk menganalisa tindakan Amerika Serikat, terlebih dengan adanya dua pandangan berbeda terkait dampak perjanjian tersebut. Penelitian ini menggunakan teori neo-merkantilisme, dimana penulis menganalisa bahwa Amerika Serikat melakukan tindakan tersebut untuk melindungi kepentingan nasionalnya di tengah sistem zero sum game. Penelitian ini menemukan bahwa alasan Amerika Serikat mengajukan renegosiasi adalah karena faktor internal dan eksternal. Secara internal, terdapat perubahan orientasi Amerika Serikat dari internasionalis menjadi lebih proteksionis melalui doktrin “America First”. Doktrin tersebut direalisasikan dengan melihat bahwa KORUS FTA justru menimbulkan defisit neraca perdagangan dan mengurangi lapangan pekerjaan karena hambatan non dagang sehingga Amerika Serikat perlu mengambil langkah proteksionis untuk melindungi keamanan nasional dalam tingkat vital. Untuk mencapai kepentingan nasional tersebut, Amerika Serikat perlu melakukan renegosiasi karena tidak ada negara yang mampu bertahan sendiri, dan perjanjian bilateral tetap menjadi perjanjian yang paling mampu mencapai keuntungan maksimal negara. Maka, ancaman perlu diberikan untuk mencapai keinginan dan disertai dengan kemampuan untuk melaksanakan ancaman tersebut. Ancaman dan kemampuan merealisasikan yang Amerika Serikat miliki telah memberi kekuatan bagi Amerika Serikat untuk menuntut renegosiasi. Menganalisa hal tersebut, dapat dilihat bahwa Amerika Serikat melakukan renegosiasi untuk meningkatkan kemampuan ekonomi agar mencapai kepentingan nasionalnya. en_US
dc.language.iso Indonesia en_US
dc.publisher Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik - UNPAR en_US
dc.subject Amerika Serikat en_US
dc.subject Korea Selatan en_US
dc.subject KORUS FTA en_US
dc.subject Renegosiasi en_US
dc.title Renegosiasi United States-Korea Free Trade Agreement tahun 2017-2018 en_US
dc.type Undergraduate Theses en_US
dc.identifier.nim/npm NPM2017330101
dc.identifier.nidn/nidk NIDN0421047502
dc.identifier.kodeprodi KODEPRODI609#Ilmu Hubungan Internasional


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search UNPAR-IR


Advanced Search

Browse

My Account