Abstract:
Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan “Determinan internal dan eksternal apa sajakah yang mempengaruhi proses rekonsiliasi Turki dan Israel pasca insiden Mavi Marmara?”. Penelitian ini memanfaatkan data sekunder dari tahun 2010 hingga 2016 setelah tiga momen dimana hubungan Turki dan Israel memburuk secara signifikan. Momen tersebut adalah Operation Cast Lead yang dilakukan pada tahun 2008 oleh Israel ke Palestina, Insiden Davos dimana Erdogan walkout dari debatnya bersama Shimon Peres di World Economic Forum, dan insiden Flotilla atau disebut sebagai insiden Mavi Marmara akibat blokade laut yang dilakukan Israel. Penelitian ini menggunakan konsep determinan internal dan determinan eksternal oleh Lloyd Jensen dan konsep rekonsiliasi.
Menurut Lloyd Jensen ada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi politik luar negeri suatu negara dan dalam kasus ini, pengambilan keputusan rekonsiliasi Turki dan Israel. Faktor internal berupa faktor idiosinkratik yaitu kepribadian Erdogan dan partai Adalet ve Kalkınma Partisi (AKP), faktor masyarakat dengan karakteristik Islaminya, faktor ekonomi dengan kebutuhan akan diversifikasi impor gas alam, faktor militer dimana kapabilitas militer Turki lebih unggul secara numerik dari Israel. Faktor eksternal meliputi faktor kesepakatan nuklir Iran dengan negara P5+1 (Cina, Rusia, Inggris, Jerman, Prancis, dan Amerika Serikat), faktor peran Amerika Serikat sebagai fasilitator langsung dalam awal rekonsiliasi, faktor situasi krisis penyatuan Siprus, dan Rusia terkait insiden penembakan pesawat Rusia pada 24 November 2015.
Penelitian ini menunjukan bahwa faktor eksternal lebih dominan dalam mempengaruhi Turki untuk melakukan perbaikan hubungan dengan Israel. Turki yang awalnya tidak terlalu terburu-buru dalam melakukan rekonsiliasi mau tidak mau memperbaiki hubungan dengan Israel secara serius karena krisis dengan Rusia, posisi Iran setelah kesepakaran nuklirnya dan keinginan Turki untuk diversifikasi impor gas alam