Abstract:
Energi Baru Terbarukan (EBT) merupakan sebuah sumber daya yang dapat
dijadikan sebagai alternatif untuk mengganti sumber energi yang ada di bumi. Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa bauran EBT di Indonesia
adalah sebesar 11,51% pada akhir tahun 2020, sementara Indonesia memiliki target
bauran EBT sebesar 23% di tahun 2025. Menurut Direktur Jenderal Energi Baru
Terbarukan dan Konversi Energi Kementerian ESDM, pemasangan Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS) atap akan menjadi andalan pemerintah dalam meningkatkan bauran
EBT supaya dapat mencapai target. Penelitian diawali dengan cara menyebarkan
kuesioner untuk mengetahui pandangan responden terkait PLTS atap. Didapatkan hasil
berupa 100% dari responden belum menggunakan PLTS atap di rumah karena beberapa
hal. 2 alasan yang paling banyak disebutkan responden adalah terkait pengetahuan
(58,4%) dan terkait biaya (41,5%). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor apa
saja yang mempengaruhi niat masyarakat dalam menggunakan PLTS atap, dan
memberikan usulan mengenai kebijakan seperti apa yang bisa diterapkan oleh
Kementerian ESDM untuk meningkatkan niat masyarakat dalam menggunakan PLTS atap.
Model penelitian didasarkan pada Technology Acceptance Model (TAM) yang
menekankan adanya persepsi kegunaan dan persepsi kemudahan. Terdapat 7 buah
variabel yang digunakan, yaitu knowledge, price value, social influence, facilitating
conditions, perceived usefulness, perceived ease of use, dan behavioral intention to use.
Variabel target pada penelitian ini adalah behavioral intention to use. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner. Target responden pada penelitian ini
adalah kepala rumah tangga atau yang bisa mewakili kepala rumah tangga di rumah,
mendiami rumah yang langsung dibangun di atas tanah, dan belum menggunakan PLTS
atap di rumah. Sample size yang digunakan pada penelitian ini adalah 125 data. Metode
pengolahan yang dilakukan adalah Partial Least Square Modeling (PLS-SEM) dengan
menggunakan RStudio. Pengolahan akan dilakukan dengan menggunakan asumsi skala
interval dan asumsi skala ordinal.
Model PLS-SEM terpilih adalah dengan menggunakan asumsi skala ordinal
dengan nilai goodness-of-fit sebesar 0,46. Nilai R-Square untuk behavioral intention to use
adalah sebesar 0,559. Hasil pengolahan yang didapatkan adalah facilitating conditions,
social influence, perceived usefulness berpengaruh signifikan secara langsung terhadap
behavioral intention to use. Facilitating conditions memiliki pengaruh sebesar 0,487, social
influence memiliki pengaruh sebesar 0,386, dan perceived usefulness memiliki pengaruh
sebesar 0,335. Knowledge dan price value secara signifikan mempengaruhi behavioral
intention to use secara tidak langsung. Knowledge memiliki pengaruh sebesar 0,089 dan
price value memiliki pengaruh sebesar 0,17. Usulan kebijakan yang diberikan
dikelompokkan ke dalam 2 poin usulan, yang pertama usulan berdasarkan facilitating
conditions dan social influence, yang kedua usulan berdasarkan price value. Secara
keseluruhan, usulan kebijakan yang diberikan adalah melakukan marketing campaign,
promosi, sosialisasi, membuat video testimoni, bekerja sama dengan bank BUMN tersisa,
mengadakan skema cicilan 0%, dan mengembangkan aplikasi.