dc.description.abstract |
Pajak yang dibayar oleh badan akan mengurangi laba perusahaan. Hal ini
menyebabkan perusahaan melakukan berbagai upaya untuk melakukan perencanaan pajak
agar dapat meminimalkan pembayaran pajak. Perencanaan pajak dalam perusahaan
terkadang dapat berujung pada penghindaran pajak. Dalam mengatasi penghindaran pajak,
pemerintah mengeluarkan peraturan untuk mencegah penghindaran pajak. Pada Undang-
Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) pasal 18 ayat (3), Direktur Jenderal Pajak berwenang
menentukan kembali utang sebagai modal untuk menentukan besarnya biaya pinjaman yang
dapat diakui saat menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi Wajib Pajak yang
mempunyai hubungan istimewa. Hal ini dikarenakan terdapat kemungkinan penyertaan
modal terselubung dengan menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang.
Kemungkinan ini dapat ditentukan melalui perbandingan antara utang dan modal yang lazim
terjadi di antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
Sehubungan dengan hal itu, Menteri Keuangan mengeluarkan PMK 169
tahun 2015 mengenai perbandingan utang dan modal perusahaan yang dibatasi sebesar 4:1.
Maka dari itu, penulis melakukan penelitian pada PT K, Jakarta, yaitu sebuah perusahaan
yang bergerak dalam kegiatan jasa penggalian batubara. Dalam penelitian lapangan, penulis
melakukan wawancara. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode studi
deskriptif yaitu metode penelitian di mana penulis mengumpulkan berbagai informasi untuk
menguraikan permasalahan yang dihadapi perusahaan dan memberikan rekomendasi atas
permasalahan tersebut.
Pada penelitian ini, penulis menganalisis kondisi keuangan PT K dari segi
aset, liabilitas, dan ekuitas untuk mengidentifikasi penghindaran pajak. Utang perusahaan
pada pihak berelasi yang tanpa bunga serta telah diakumulasi sejak tahun 2005 hingga 2015
dan komposisi liabilitas yang lebih besar dari ekuitasnya menunjukkan adanya penghindaran
pajak.
Hasil analisis menunjukkan bahwa sesuai PSAK No. 50 dan PMK 169 tahun
2015, utang pada pihak berelasi yang dimiliki PT K memenuhi syarat sebagai ekuitas.
Berdasarkan PMK 169 tahun 2015, perbandingan utang dan modal pada tahun 2014 dan
2015 berada dalam batas yang tidak wajar. Penghindaran pajak yang dilakukan dalam asumsi
pada tahun 2014 dan 2015 adalah keengganan pemilik PT K untuk membayar PPh pribadi
jika melakukan penyetoran modal dan G Pte. Ltd sebagai pihak berelasi PT K tidak mau
dipotong PPh pasal 26 atas bunga yang diterima dari utang yang dimiliki PT K. Agar tidak
dikenakan pajak yang lebih tinggi, perusahaan dapat melakukan dua pilihan untuk mengatasi
penghindaran pajak. Pilihan pertama adalah mengubah utang pada pihak berelasinya menjadi
modal, dan pilihan kedua, G Pte. Ltd membebankan bunga dengan tingkat suku bunga yang
wajar atas utang pada pihak berelasi. Perbandingan pilihan yang dapat dilakukan
menunjukkan bahwa pembayaran pajak yang dilakukan akan lebih kecil jika memilih pilihan
kedua, rasio utang dan modal akan berada di bawah batas yang ditentukan PMK 169 tahun
2015 jika memilih pilihan pertama, dan sanksi pajak yang mungkin dikenakan akan lebih
kecil jika memilih pilihan kedua. Akan tetapi, masing-masing pilihan memiliki keuntungan
dan kerugian masing-masing, sehingga PT K dapat memutuskan untuk memilih sesuai
dengan kemampuannya menanggung risiko yang dihadapi.
Kata kunci: pajak, penghindaran pajak, utang pada pihak berelasi, hubungan istimewa, PMK
169 tahun 2015, dan UU No. 36 Tahun 2008. |
en_US |