dc.description.abstract |
Negara memiliki hak kedaulatan untuk memerintah secara penuh dan bebas dari campur tangan pihak luar. Berdasarkan hukum internasional, hak kedaulatan sudah seharusnya di patuhi dan di hormati oleh seluruh negara. Namun, pada kenyataannya, Federasi Rusia telah melakukan intervensi atas wilayah Republik Georgia dan menyebabkan pecahnya Perang Lima Hari di bulan Agustus 2008. Penelitian ini menjelaskan alasan yang melatarbelakangi intervensi Rusia ke Georgia. Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan Realisme Ofensif yang berakar dari konsep Dilema Keamanan. Hegemoni regional merupakan tujuan negara untuk memaksimalkan kekuatannya dalam menghadapi ancaman-ancaman eksternal.
Penelitian ini menemukan dua faktor yang mendorong intervensi Rusia ke Georgia. Pertama, ambisi Georgia untuk bergabung ke dalam keanggotaan NATO dan Uni Eropa. Setelah berakhirnya Rose Revolution di tahun 2004, Georgia secara terbuka mendeklarasikan aspirasinya untuk bergabung ke dalam keanggotaan NATO dan Uni Eropa. Kedua, respon NATO terhadap pencalonan keanggotaan Georgia. Melalui konferensi NATO di Bukares, Amerika Serikat dan sekutu Eropa, memutuskan bahwa Georgia akan menjadi anggota resmi NATO di waktu yang akan datang. Pembahasan terkait pencalonan keanggotaan Georgia akan tetap diterima dan dianggap relevan oleh NATO.
Pencalonan Georgia di dalam keanggotaan NATO dan Uni Eropa merupakan ancaman bagi keamanan dan kestabilan Rusia. Sejak runtuhnya Uni Soviet, Rusia telah mendeklarasikan penolakannya terhadap perluasan keanggotaan NATO dan Uni Eropa di kawasan Eropa Timur. Oleh karena itu, Moskow berusaha melakukan segala cara untuk mencegah terwujudnya pencalonan keanggotaan Georgia, yaitu dengan melakukan intervensi atas kedua wilayah separatisnya, Abkhazia dan Ossetia Selatan. Dalam pendekatan Realisme Ofensif, intervensi ini merupakan bagian dari upaya untuk mempertahankan hegemoni regional yang Rusia inginkan. |
en_US |