Abstract:
penelitian ini mendeskripsikan bagaimana Cina sebagai salah satu aktor
besar, baik dalam hubungan internasional, maupun dengan posisinya sebagai salah
satu dari anggota tetap Dewan Keamanan PBB, telah menjadi penghambat dalam
penyelesaian konflik di Darfur, Sudan.
Sebagai negara dengan penduduk terbanyak di dunina dan dengan
pertumbuhan ekonomi yang terus berkembang, Cina tak lagi dapat menyokong
kebutuhan sumber dayanya secara internal. Oleh sebab itu, Cina menaruh investasi
besar-besaran terhadap sumber daya alam dan energi di Sudan. Minyak di Sudan
adalah kepentingan nasional Cina paling besar yang mengikatnya pada Sudan.
Sejak Cina memulai mengimpor minyak dari Sudan, maka tak bisa diungkiri lagi
bahwa Cina memiliki andil dalam Konflik Darfur. Semakin tinggi impor minyak
ke Cina, makin tinggi pula jumlah persenjataan Khartoum yang digunakan oleh
rezim pemerintah dalam berperang melawan kelompok pemberontak dan rakyat
Darfur.
Cina sebagai anggota tetap dari Dewan Keamanan PBB, seharusnya dapat
melakukan intervensi yang menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
Namun, Cina justru kerap kali menghambat langkah PBB dalam mengambil
keputusan untuk mengakhiri konflik di Darfur dengan dalil kebijakan nonintervensi
yang dianutnya.
Secara keseluruhan, penelitian ini menyimpulkan bahwa demi melindungi
kepentingan nasionalnya di Sudan, kebijakan non-intervensi Cina telah
mengakibatkan konflik yang memakan ribuan korban tak bersalah terus
berguguran di Darfur. Oleh karena itu, Cina telah memainkan perannya sebagai
salah satu aktor besar yang menghambat upaya penyelesaian krisis kemanusian
dalam konflik di Darfur, Sudan.