dc.description.abstract |
Semakin ketatnya persaingan di dunia bisnis membuat perusahaan berlomba-lomba untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dan kurang memperhatikan dampak dari kegiatan bisnisnya terhadap lingkungan dan masyarakat. Padahal, perusahaan seharusnya bertanggung jawab secara ekonomi, lingkungan, dan sosial secara keseluruhan. Sebagai bentuk tanggung jawabnya, perusahaan dapat mengomunikasikan aktivitasnya dalam sebuah laporan keberlanjutan. Pemerintah Indonesia melalui POJK 51, mulai mewajibkan pembuatan laporan keberlanjutan di Indonesia. Selain mengacu pada POJK 51 secara bertahap, dalam penyusunan laporan keberlanjutan, perusahaan dapat mengacu pada pedoman internasional GRI Standards. Melalui laporan ini, pemangku kepentingan dapat memperoleh gambaran terkait aktivitas perusahaan dan dampak dari aktivitas tersebut. Oleh karena itu, penulis ingin menganalisis bagaimana tingkat kelengkapan, keluasan, dan kedalaman pengungkapan topik ekonomi, lingkungan, dan sosial (topik spesifik) perusahaan dalam laporan keberlanjutannya.
Berdasarkan teori stakeholder, manajemen organisasi diharapkan untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder. Sementara itu, berdasarkan teori legitimacy, perusahaan akan terus berupaya untuk memastikan bahwa mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalam masyarakat atau lingkungan dimana perusahaan berada, dimana mereka berusaha untuk memastikan bahwa aktivitas mereka (perusahaan) diterima oleh pihak luar sebagai suatu yang “sah”. Oleh karena itu salah satu upaya yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan mengungkapkan aktivitas yang dilakukannya dalam sebuah laporan keberlanjutan sehingga perlu dilakukan penilaian atas pengungkapan yang dilakukan perusahaan untuk memastikan apa yang ingin disampaikan perusahaan dapat diterima dengan jelas oleh para pengguna laporan keberlanjutan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah content analysis. Penilaian tingkat kelengkapan dilakukan dengan membandingkan jumlah topik spesifik yang diungkapkan perusahaan dengan topik spefisik dalam GRI Standards. Selanjutnya, setiap topik tersebut dianalisis terkait pengungkapannya yang terbagi menjadi lima tipe yang dikategorikan ke dalam tiga tingkat keluasan dan kedalaman pengungkapan yaitu low, moderate, dan high. Laporan keberlanjutan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah laporan keberlanjutan perusahaan Indonesia tahun 2017-2019 yang memenangkan peringkat Platinum dalam ASRRAT 2019. Perusahaan-perusahaan yang menjadi unit penelitian tersebut adalah PT Agincourt Resources (PTAR), PT ANTAM Tbk (ANTAM), PT Indo TambangRaya Megah Tbk (ITM), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), PT Pupuk Indonesia (Persero) (PI), PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk (PKT), dan PT Vale Indonesia Tbk (Vale).
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar perusahaan-perusahaan ini, memiliki tingkat kelengkapan topik spesifik yang terus meningkat setiap tahunnya. Namun ada juga yang tidak mengalami peningkatan. Perusahaan yang memiliki tingkat kelengkapan topik spesifik tertinggi adalah PKT dengan tingkat kelengkapan rata-rata selama tiga tahun sebesar 99,13%. Sebagian besar topik-topik spesifik yang sudah diungkapkan perusahaan-perusahaan ini memiliki tingkat keluasan dan kedalaman high dimana dari 21 laporan keberlanjutan yang dianalisis, hanya ada satu laporan keberlanjutan yang sebagian besar pengungkapannya tidak dikategorikan high yaitu laporan keberlanjutan Vale tahun 2018. Perusahaan disarankan untuk terus mengikuti perkembangan dari GRI Standards dan POJK 51 dalam pembuatan laporan keberlanjutannya serta meningkatkan kelengkapan, keluasan, dan kedalaman pengungkapan topik-topik spesifik dalam laporan keberlanjutannya agar dapat memberikan informasi yang relevan dan terpercaya bagi para pengguna laporan keberlanjutannya. |
en_US |