Abstract:
Minyak kelapa sawit di Indonesia berhasil menjadi komoditas yang menyumbangkan banyak devisa bagi negara meskipun dinodai isu negatif yaitu cara pembukaan lahan dan metode penanaman monokultur yang menyertai produk kelapa sawit asal Indonesia menyebabkan Uni Eropa mengeluarkan larangan produk kelapa sawit asal Indonesia. Cara penanaman dan pembukaan lahan tersebut dinggap tidak mendorong tercapainya Sustainable Development Goals (SDGs) yang menjadi cita-cita global terutama SDG nomor 15 yaitu Life on Land. Dengan adanya isu tersebut, maka perusahaan harus bisa menunjukkan tanggung jawab untuk menjawab isu negatif dengan menerbitkan laporan keberlanjutan yang menunjukkan kontribusi perusahaan pada pencapaian SDG nomor 15. Penelitian ini hendak melihat bagaimana kesesuaian pengungkapan kinerja keberlanjutan terkait dengan SDG nomor 15 yang dilaporkan dalam Laporan Keberlanjutan Perusahaan terhadap GRI Standards, bagaimana analisis kesesuaian pengungkapan kinerja keberlanjutan Perusahaan terkait target-target SDG nomor 15 berdasarkan GRI Standards dan bagaimana analisis kesesuaian pengungkapan kinerja keberlanjutan terkait SDG nomor 15 pada sektor Industri Agrikultur Kelapa Sawit berdasarkan GRI Standards.
Kinerja keberlanjutan yang dilakukan perusahaan dapat dilaporkan melalui laporan laporan keberlanjutan. Kinerja keberlanjutan yang dilakukan oleh perusahaan dapat mendorong tercapainya SDGs yaitu rencana aksi global yang disepakati oleh pemimpin-pemimpin dunia untuk mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. SDGs yang terkait adalah SDG nomor 15 “Life on Land”. SDG Compass sebagai metode untuk menerjemahkan tujuan SDGs ke dalam berbagai kerangka menunjukkan bahwa hanya 4 dari 12 target yang memiliki indikator GRI Standards yaitu target 1,2,4 dan 5. Setelah dilihat, target 7 dan C juga memiliki tujuan yang bisa dipasangkan dengan beberapa indikator GRI Standards. GRI Standards sendiri diterbitkan oleh GRI yaitu organisasi internasional independen yang membantu bisnis dan organisasi lain untuk mengambil tanggung jawab bagi dampak mereka melalui standar mereka yaitu GRI Standards.
Penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian studi deskriptif untuk mengumpulkan data terkait kinerja keberlanjutan perusahaan lalu dilakukan content analysis yaitu menarik kesimpulan dari data yang ada. Penelitian ini dilakukan pada laporan keberlanjutan enam perusahaan agrikultur kelapa sawit yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu PT Astra Agro Lestari Tbk, PT Austindo Nusantara Jaya Tbk, PT Eagle High Plantations Tbk, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk, PT Salim Ivomas Pratama Tbk dan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk.
Berdasarkan hasil penelitian, skor kesesuaian tertinggi tahun 2018 diraih oleh PT Eagle High Plantations Tbk sebesar 71% lalu digantikan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk sebesar 76% pada tahun 2019. Skor kesesuaian terendah pada kedua tahun diraih oleh PT PP London Sumatra Indonesia Tbk 12% pada tahun 2018 dan 18% pada tahun 2019. Dari penelitian ini juga diketahui bahwa target SDG nomor 15 yang paling berhasil dipenuhi adalah target 7 dan target C yaitu sebesar 71% selama kedua tahun, sedangkan target yang paling kecil skor pemenuhannya adalah target 2 selama 2 tahun yaitu sebesar 13% pada tahun 2018 dan 37% pada tahun 2019. Industri agrikultur kelapa sawit berhasil meraih skor 47% pada tahun 2018 dan 52% pada tahun 2019. Sebaiknya perusahaan-perusahaan di industri ini meningkatkan kinerja pelaporan dan kinerja keberlanjutan dengan melengkapi indikator-indikator yang belum dipenuhi dan mempelajari persyaratan pelaporan pada standar laporan keberlanjutan dan mempersiapkan data yang sesuai dengan persyaratan pelaporan untuk disajikan dalam laporan keberlanjutan sehingga dapat memperbaiki kontribusi pencapaian SDG 15. Perusahaan yang belum menyusun laporan keberlanjutan juga sebaiknya mulai menyusun laporan keberlanjutan. Pemerintah juga sebaiknya melakukan upaya-upaya dalam meningkatkan kesadaran dari perusahaan-perusahaan di industri agrikultur kelapa sawit agar memperbaiki citra industri ini di mata dunia terutama Uni Eropa yang sudah memberikan cap buruk sebelumnya.