Abstract:
Pada era globalisasi ini persaingan pasar semakin kompetitif dalam berbagai industri dan banyak perusahaan yang tidak mampu melanjutkan kegiatan usahanya. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah masalah laba. Setiap perusahaan dituntut untuk mempertahankan kualitas produk serta memberikan harga jual yang dapat bersaing namun tetap memperoleh laba, karena laba merupakan salah satu tujuan utama dari perusahaan dan merupakan salah satu faktor yang dapat membuat perusahaan dapat terus menjalankan kegiatan usahanya. Faktor yang dapat mempengaruhi laba salah satunya adalah harga pokok produk, apabila penetapan harga pokok produk kurang tepat maka akan mempengaruhi penetapan laba yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan perusahaan.
Dalam menetapkan laba yang akan diperoleh, proses harga pokok produk harus diperhatikan dan diperlukan prosedur akumulasi biaya yang tepat sesuai dengan jenis perusahaan. Job order costing system merupakan sistem akumulasi biaya yang digunakan ketika objek biaya berupa satu atau lebih unit produk atau jasa yang berbeda-beda. Proses perhitungan harga pokok produk nantinya akan mempengaruhi penetapan laba yang diperoleh perusahaan karena laba kotor yang diperoleh dari setiap pesanan merupakan selisih dari total pendapatan per pesanan dikurangi dengan harga pokok produk per pesanan.
Unit penelitian yang dipilih adalah PT. Elni yang bergerak pada industri percetakan. Pada bidang percetakan produksi dilakukan sesuai dengan permintaan dari pelanggan, sehingga produk yang dihasilkan bermacam-macam sesuai dengan permintaan. Dalam penelitian ini, digunakan metode penelitian deskriptif. Penulis mengumpulkan data primer mengenai biaya yang terjadi selama bulan September 2020 pada PT. Elni dengan melakukan wawancara, observasi dan studi kepustakaan.
PT. Elni selama ini belum menggunakan job order costing system dalam menghitung harga pokok produksi per pesanan. Perhitungan harga pokok produksi per pesanan yang selama ini dilakukan yaitu dengan menjumlahkan total biaya bahan baku yang digunakan pada setiap pesanan dengan menambahkan untuk biaya lain-lain dengan menggunakan asumsi dari pemilik sebesar 45% dari total pendapatan tanpa memperhitungkan dan membebankan biaya tenaga kerja langsung dan biaya produksi tidak langsung yang terjadi selama memenuhi pesanan tersebut. Asumsi tersebut menyebabkan perhitungan harga pokok produksi pada enam sampel pesanan yang dipilih dilakukan oleh PT. Elni menjadi lebih besar (overcosted) ataupun menjadi lebih kecil (undercosted) dari perhitungan penulis dengan menggunakan job order costing system, sehingga menyebabkan penetapan laba atau rugi kotor setiap pesanan menjadi kurang tepat. Dengan menggunakan job order costing system, maka dapat membantu perusahaan dalam menghitung harga pokok produksi yang lebih tepat dengan membebankan penggunaan biaya bahan baku, penggunaan biaya tenaga kerja langsung, dan alokasi biaya produksi tidak langsung. Penulis menyarankan agar PT. Elni membebankan biaya tenaga kerja langsung dan biaya produksi tidak langsung pada perhitungan harga pokok produk di setiap pesanan. PT. Elni perlu mencatat aktivitas yang dapat menimbulkan biaya karena informasi sangat berguna untuk menentukan dasar alokasi biaya produksi tidak langsung, sehingga biaya produksi tidak langsung dapat dialokasikan dengan tepat pada setiap pesanan. Dengan begitu informasi mengenai harga pokok produksi menjadi lebih tepat dan akan mempengaruhi penetapan laba yang diperoleh.