dc.description.abstract |
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan di Indonesia
yang memiliki produktivitas tinggi dengan permintaan pasar yang cukup besar.
Dengan Crude Palm Oil (CPO) yang menjadi salah satu komoditas ekspor
terbesar Indonesia. Uni Eropa menjadi salah satu pengimpor CPO terbesar.
Namun, Uni Eropa membuat kebijakan Renewable Energy Directive (RED II) dan
menetapkan RSPO sebagai standarisasi CPO yang diakui secara global. Kebijakan
tersebut memengaruhi permintaan CPO, khususnya terhadap Indonesia, yang
menghambat ekspor CPO ke Uni Eropa. Faktor-faktor yang memengaruhi
kebijakan Uni Eropa adalah deforestasi dan kebakaran hutan yang terjadi di
Indonesia. Untuk membantah tudingan Uni Eropa, Indonesia membuat sertifikasi
Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan pembenahan dalam kebijakan
pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas CPO Indonesia dengan
berlandaskan konsep ramah lingkungan. Namun, dibalik kebijakan yang dibuat
oleh Uni Eropa, terdapat unsur politik serta kepentingan nasional untuk
melindungi rapeseed oil Uni Eropa dari persaingan pasar minyak nabati.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis merumuskan pertanyaan penelitian yaitu
“Bagaimana RSPO Memengaruhi Kinerja Ekspor Minyak Kelapa Sawit
Indonesia ke Uni Eropa?” Struktur landasan pemikiran dalam penelitian ini akan
dilandaskan melalui aplikasi berbagai teori dan konsep, yaitu Teori Neo
Merkantilisme, Teori Multiplier Effect, Konsep Kepentingan Nasional dan
Konsep Non-Tariff Barriers. Sehingga, pengaruh RSPO bagi Indonesia adalah
adanya hambatan dari Uni Eropa adalah dengan diwajibkannya sertifikasi ISPO
bagi hasil CPO yang akan di ekspor serta one map policy yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia. Hasil yang dibuktikan yaitu terlihat bahwa ekspor CPO
Indonesia ke Uni Eropa mengalami penurunan setelah tahun 2014. |
en_US |