Abstract:
Salah satu yang menjadi sorotan dari krisis Keuangan Asia 1997/1998 adalah penurunan atau depresiasi mata uang di Asia yang sangat tajam sehingga nilai tukar menjadi sangat volatile. Nilai tukar yang bergejolak secara berlebihan membuat stabilitas sistem keuangan di Asia terganggu sehingga mengelola pergerakan nilai tukar menjadi penting guna mendukung stabilitas sistem keuangan. Volatilitas nilai tukar dapat diredam melalui keterbukaan ekonomi, namun keterbukaan ekonomi juga dapat dipengaruhi oleh volatilitas nilai tukar. Penelitian ini hendak menemukan pola hubungan antara keterbukaan ekonomi dan volatilitas nilai tukar serta mencari apakah pola tersebut berbeda pada perekonomian dengan besar pendapatan yang berbeda. Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah keterbukaan ekonomi, sistem nilai tukar dan volatilitas nilai tukar dengan menggunakan data tahunan 20 negara dengan tingkat pendapatan yang berbeda-beda dari 1990-2017 dan diolah dengan granger causality test dan panel least square. Penelitian ini menemukan bahwa di 20 negara maju dan berkembang, keterbukaan ekonomi memengaruhi volatilitas nilai tukar. Pengaruh keterbukaan ekonomi terhadap volatilitas nilai tukar ditemukan lebih kuat di negara dengan pendapatan tinggi. Dengan demikian, kebijakan yang tepat untuk mengatasi volatilitas nilai tukar yang berlebihan berbeda, tergantung antara lain pada pendapatan negara tersebut.