Abstract:
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah seberapa jauh kewenangan Mahkamah Konstitusi mengubah ketentuan hukum acara pidana dengan cara menyatakan beberapa pasal dalam KUHAP inkonstitusional dan selanjutnya memperluas kewenangan hakim dalam forum praperadilan. Sejak 2015, hakim praperadilan dinyatakan berwenang memeriksa dan memutus keabsahan penetapan tersangka.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan, bahwa hakim MK sebenarnya telah menggantikan posisi pembuat undang-undang dan sekaligus melanggar asas nullum iudicium sine lege. Beranjak dari itu, hendak diargumentasikan pula bahwa bilamana kebutuhannya adalah
pengembangan mekanisme pengawasan yang lebih baik terhadap penggunaan upaya paksa dalam penyidikan, seharusnya pembuat undang-undang, mengamandemen KUHAP atau mengintrodusir mekanisme pengawasan bagi penyidik yang lebih baik.