Abstract:
Peningkatan pembangunan di Indonesia membuat resiko terjadi sengketa konstruksi menjadi meningkat. Terdapat banyak metode penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang ditawarkan. arbitrase merupakan salah satu metode yang banyak di pilih karena diklaim memiliki sifat Final and Binding sehingga lebih efektif dan efisien. Namun beberapa tahun terakhir, banyak terjadi kasus putusan arbitrase diajukan banding dan beberapa dibatalakan. Sehingga timbul pertanyaan apakah arbitrase masih efektif dan efisien dalam menyelesaikan sengketa? Oleh karena itu, perlu diketahui karakteristik sengekta konstruksi untuk kasus dengan penyelesaian di tingkat arbitrase yang berlanjut ke tingkat litigasi. Data penelitian ini diperoleh dari situs web : https://putusan.mahkamahagung.go.id/ dengan batasan masalah putusan arbitrase yang terjadi di Indonesia. Dari penelitian ini, didapatkan penyebab sengketa konstruksi yang dominan menurut pengguna jasa adalah kontraktor telat menyelesaikan pekerjaan dan menurut penyedia jasa adalah owner telat melakukan pembayaran. Untuk alasan pembatalan putusan arbitrase yang dominan menurut pengguna jasa dan penyedia adalah putusan diambil dari hasil tipu muslihat. Hasil pembatalan putusan arbitrase yang dominan baik di Pengadilan Negeri dan Makhamah Agung adalah ditolak. Untuk rata-rata rasio nilai tuntutan yang dikabulkan dengan nilai tuntutan adalah 0,45, waktu penyelesaian di tingkat Arbitrase dengan waktu kontrak adalah 0,94, dan waktu penyelesaian di tingkat Litigasi dengan tingkat arbitrase adalah 1,54. Didapatkan kesimpulan bahwa penyelesaian sengeketa ditingkat arbitrase yang naik ke tingkat litigasi memakan waktu penyelesaian yang lama. Namun, Secara keseluruhan arbitrase masih efisien dan efektif karena persentase putusan yang naik banding dan persentase pembatalan putusan arbitrase yang rendah. Akan tetapi, perlu menjadi perhatian khusus bagi Majelis Arbiter dan Pengadilan karena waktu arbitrase menjadi lebih lama dan terjadi peningkatan persentase pembatalan putusan arbitrase.