dc.contributor.advisor |
Dewi, Elisabeth Adyiningtyas Satya |
|
dc.contributor.author |
Lalita, Sheila |
|
dc.date.accessioned |
2020-05-06T02:58:35Z |
|
dc.date.available |
2020-05-06T02:58:35Z |
|
dc.date.issued |
2019 |
|
dc.identifier.other |
skp39367 |
|
dc.identifier.uri |
http://hdl.handle.net/123456789/10779 |
|
dc.description |
9194 - FISIP |
en_US |
dc.description.abstract |
Gerakan #MeToo mendapatkan banyak perhatian melalui Twitter pada tahun 2017 setelah aktris Alyssa Milano mencuit menggunakan tanda tagar tersebut dengan harapan bahwa ia dapat menunjukkan besaran isu pelecehan dan kekerasan seksual di Amerika Serikat. Hal tersebut menyebabkan serangkaian tanggapan dari khalayak publik, mendorong para korban untuk menyampaikan pengalaman mereka melalui penggunaan tanda tagar tersebut dan menyebabkan pendukung untuk menggunakannya sebagai tempat untuk meningkatkan kesadaran mengenai isu tersebut. Penyebarannya terjadi dengan cepat, diadopsi ke dalam berabgai bahasa tidak lama setelahnya. Hal ini menunjukkan bahwa batasan dalam media sosial yang dapat dengan mudah berubah-ubah telah berhasil membawa perubahan dengan cepat sehingga penggunaan tanda tagar tersebut dapat mencapai India setahun kemudian. Keberadaan tanda tagar tersebut menginspirasi tokoh-tokoh perempuan papan atas di industri hiburan India untuk angkat bicara dan memulai gerakannya sendiri. Penelitian ini dilakukan demi menjawab pertanyaan: “Bagaimana Twitter membantu penyebaran gerakan #MeToo di India?” dengan cara menentukan apakah tanda tagar tersebut memang merupakan sebuah bentuk gerakan sosial melalui penggunakan Teori Gerakan Sosial dan memahami bagaimana gerakan tersebut dapat tersebar melalui Teori Jaringan Aktivis Global dan Model SPIN. Hasil penelitian menemukan bahwa penggunaan tanda tagar #MeToo merupakan sebuah bentuk gerakan sosial menurut teori gerakan sosial. Penyebarannya melalui internet tidak membutuhkan biaya banyak, sehingga membuat batasan yang ada lebih fleksibel dan dapat dengan mudah melewati batasan negara. Selain itu, batasan yang fleksibel juga telah membantu pengguna Twitter untuk merasa seolah mereka merupakan sebuah bagian dari komunitas dengan adanya arus komunikasi yang lancar antar para pengguna. Penelitian dilakukan melalui metode kualitatif dan dibatasi dengan kasus pelecehan di lingkup ruang kerja dengan pembatasan pada tahun 2017 hingga awal tahun 2019. |
en_US |
dc.language.iso |
en |
en_US |
dc.publisher |
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik - UNPAR |
en_US |
dc.subject |
Twitter |
en_US |
dc.subject |
#MeToo |
en_US |
dc.subject |
Hashtag |
en_US |
dc.subject |
SAAE |
en_US |
dc.subject |
Cuitan |
en_US |
dc.title |
Twitter's role in spreading the #MeToo movement in India |
en_US |
dc.type |
Undergraduate Theses |
|
dc.identifier.nim/npm |
NPM2016330031 |
|
dc.identifier.nidn/nidk |
NIDN0417117302 |
|
dc.identifier.kodeprodi |
KODEPRODI609#Ilmu Hubungan Internasional |
|