dc.description.abstract |
Aktivitas manusia yang kian meningkat setiap tahun berdampak pada terjadinya fenomena percepatan perubahan iklim dibandingkan dengan dekade-dekade sebelumnya. Peningkatan suhu bumi kemudian mengarah pada ancaman bagi eksistensi manusia. Masalah muncul ketika tidak semua negara memiliki kapabilitas dalam menangani dampak perubahan iklim. Negara-negara kepulauan kecil atau small islands developing states (SIDS) menjadi kelompok yang mengalami ancaman terbesar karena secara geografis terdiri dari pulau-pulau kecil – yang semakin hari makin tenggelam, dan secara ekonomi berada di bawah garis kemiskinan. Dalam rangka meraih pengakuan dan perhatian dari komunitas internasional, SIDS membentuk sebuah aliansi bernama Alliance of Small States Islands (AOSIS) yang memainkan perannya dalam negosiasi iklim internasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran AOSIS dalam memperjuangkan isu perubahan iklim di forum iklim internasional, salah satunya yaitu UNFCCC. Penulis menggunakan teori Neo-Liberal Institusionalisme dan konsep peran organisasi internasional untuk menganalisis peran AOSIS sejak pembentukannya hingga proses negosiasi yang dijalankan dalam forum internasional, sekaligus kontribusinya dalam pembentukan perjanjian-perjanjian iklim internasional, seperti UNFCCC, Protokol Kyoto, dan Perjanjian Paris. Selain itu, Green Politics digunakan untuk melihat isu perubahan iklim sebagai isu non-tradisional yang saat ini menjadi perhatian dunia sebagai determinan penting dalam sistem internasional dan kebijakan domestic negara. Hasil penelitian menemukan bahwa negara-negara SIDS berhasil meraih pengakuan dari komunitas internasional akan kerentanannya terhadap perubahan iklim. Namun, sebagai wilayah paling rentan dari yang lainnya, peran AOSIS bagi Kepulauan Pasifik masih belum cukup terealisasi. |
en_US |