dc.description.abstract |
Tiap negara mempunyai kewajiban untuk melindungi hak asasi
warganegaranya, termasuk hak asasi anak-anak. Berbagai perjanjian internasional
sudah dibentuk untuk menjamin hak asasi anak, namun nyatanya masih banyak
pelanggaran terhadap hak anak, salah satunya adalah pernikahan anak.
Bangladesh merupakan negara dengan tingkat pernikahan anak yang
memprihatinkan, menempati posisi pertama di Asia Selatan dan keempat di dunia.
Sebanyak 59% anak perempuan di Bangladesh menikah sebelum berusia 18 tahun.
Sebagai negara, Bangladesh belum mampu menjamin hak asasi anak, sehingga
membutuhkan bantuan organisasi internasional UNICEF yang bergerak untuk
memperjuangkan hak anak-anak di seluruh dunia.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan konsep peran intergovermental
organization (IGO) sebagai aktor oleh Karns dan Mingst untuk menjawab
pertanyaan penelitian "Bagaimana Peran UNICEF dalam Menangani Isu Pernikahan Anak di Bangladesh "
Sejak Pemerintah Bangladesh berkomitmen
untuk menghentikan pernikahan anak dalam Girl Summit tahun 2014 hingga
meluncurkan National Action Plan to End Child Marriage pada tahun 2018,
UNICEF telah melaksanakan perannya sebagai aktor di Bangladesh, yaitu
mempengaruhi pemerintah Bangladesh dalam mengambil tindakan melalui revisi
Child Marriage Restrain Act 2017 dan penyusunan National Action Plan to End
Child Marriage, mengkoordinir upaya kelompok kepentingan melalui SAIEVAC
Regional Action Plan to End Child Marriage, serta memastikan program-program
untuk menghentikan anak berjalan sesuai tujuan melalui 3 program yang diadakan
di Bangladesh dan sosial media Instagram. |
en_US |