dc.description.abstract |
Pada tahun 2008, didapati bahwa Korea Selatan selaku salah satu negara
anggota ASEAN Plus Three (APT) kembali mendapatkan dampak negatif yang
cukup signifikan dari adanya serangan krisis finansial global terutama perihal
kesulitan likuiditas. Pada periode ini, APT telah memiliki sebuah pengaturan
likuiditas regional yang bernama Chiang Mai Initiative (CMI) guna mengamankan
ketersediaan likuiditas negara anggota. Sebagai mekanisme pengaman keuangan
regional, krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008 ini tentu dapat menjadi
sebuah titik awal guna melihat “bagaimanakah upaya CMI untuk membantu
Korea Selatan dalam menangani kesulitan likuiditas pada krisis finansial
2008?”. Dengan menggunakan paradima neo-liberalisme, teori regional baru, dan
konsep kerja sama finansial regional, penelitian ini akan melihat peran dan
tantangan yang dihadapi oleh CMI sebagai manifestasi kerja sama finansial
regional APT. Sebagai pelengkap, melalui konsep krisis finansial, penelitian ini
juga akan melihat dampak negatif yang diterima oleh Korea Selatan terkait
serangan keuangan yang terjadi pada tahun 2008 ini. Dengan demikian, penelitian
ini dapat melihat peran CMI sebagai mekanisme keuangan regional dalam
membantu krisis likuiditas yang dihadapi oleh Korea Selatan dengan lebih lengkap.
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa sebagai
mekanisme pengaman keuangan regional, rupanya upaya yang dilakukan oleh CMI
belum cukup untuk mendukung perannya sebagai mekanisme pengaman keuangan
regional dalam mengamankan likuiditas Korea Selatan. Hal ini dikarenakan dalam
pelaksanannya, CMI masih memiliki beberapa hambatan operasional. Tiga
diantaranya adalah ketidakcocokan kapasitas dengan kebutuhan, minimnya
komitmen, dan minimnya distribusi yang adil. |
en_US |