Abstract:
Hampir setengah dari jumlah populasi migran secara global terdiri dari perempuan, dan mereka bermigrasi secara independen untuk mencari pekerjaan (feminisasi migrasi). Akan tetapi, perempuan mengalami kesulitan yang berbeda dibandingkan laki-laki dalam bermigrasi: lebih rentan untuk bermigrasi melalui jalur non-reguler dan menjadi korban eksploitasi, kekerasan, atau pelecehan seksual. Sebagai kawasan dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, feminisasi migrasi juga terjadi di Asia Tenggara. Akan tetapi, kondisi pekerja migran perempuan di kawasan tersebut sangat memprihatinkan; sebagian besar bekerja dalam vulnerable employment dan bermigrasi melalui jalur non-reguler yang berbahaya. Kebijakan regional dan nasional juga belum cukup untuk melindungi pekerja migran perempuan.
Sebagai organisasi internasional yang berdedikasi untuk mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, UN Women memutuskan untuk melakukan upaya perlindungan terhadap pekerja migran perempuan di Asia Tenggara (2014-2017). Oleh karena itu, rumusan pertanyaan penelitian adalah, “Bagaimana upaya UN Women dalam memberikan perlindungan terhadap pekerja migran perempuan di kawasan Asia Tenggara?.” Penulis berangkat dari asumsi dasar teori neoliberal institusionalisme, kemudian menggunakan konsep peran dan fungsi organisasi internasional, kerja sama antar organisasi internasional, serta pemahaman dari IOM tentang pengaruh ketidaksetaraan gender di dalam konteks migrasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melindungi pekerja migran perempuan di Asia Tenggara, UN Women melakukan beberapa upaya: menyediakan sumber pengetahuan dan informasi tentang permasalahan pekerja migran perempuan di Asia Tenggara; memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah negara-negara ASEAN; dan melakukan kerja sama dengan para pemangku kepentingan. Dengan melakukan tiga upaya tersebut, UN Women menunjukkan bahwa mereka mampu menjalankan peran organisasi internasional sebagai aktor dan arena, serta melakukan kerja sama dengan organisasi-organisasi lainnya. Upaya yang dilakukan juga berdasarkan pada prinsip gender-sensitive, sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh IOM terkait upaya melindungi pekerja migran perempuan.