Abstract:
Perkembangan kota ke arah vertikal adalah suatu keniscayaan, karena jumlah warga kota yang
terus bertambah serta luas lahan yang semakin langka dan mahal. Bangunan tinggi juga kini mulai
marak dibangun di kota Bandung, sehingga aturan jarak bebas antar massa bangunan tinggi sangat
dibutuhkan untuk mengeliminasi gangguan yang tidak diinginkan. Aturan jarak bebas antar dua
bangunan dalam satu tapak perencanaan di Kota Bandung telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota
Bandung nomor 05, tahun 2010, tentang Bangunan Gedung. Pengaturan jarak dilakukan dengan
menggunakan rumusan tertentu yang sama bagi semua tapak dan dibuat berdasarkan derajat
ketransparanan dinding yang berhadapan. Jarak bebas terpanjang diterapkan pada kondisi kedua
dinding yang berhadapan bersifat transparan, sedangkan jarak bebas terpendek diterapkan pada
kondisi kedua dinding yang berhadapan bersifat masif.
Akses sinar matahari pada tiap dinding pada bangunan sangat berharga untuk mengoptimalkan
pemanfaatan sinar matahari sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan. Walaupun jarak
terpendek diterapkan pada dinding bangunan yang masif, tapi potensi pemanfaatan area ini sebagai
area pemasangan instalasi kolektor energi sinar matahari sangatlah besar. Variasi orientasi massa
bangunan, jarak antar massa bangunan pada tapak dan letak geografisnya akan menghasilkan pola
pembayangan yang bervariasi pula, sehingga dikuatirkan untuk tatanan massa bangunan dengan
jarak bebas terpendek akan mendapatkan akses sinar matahari yang terbatas.
Untuk itu kajian lebih spesifik dilakukan dengan metode deskriptif komparatif, lewat komparasi
pola pembayangan yang disimulasi menggunakan maket studi dan heliodon, juga program sketchup.
Simulasi pola pembayangan diterapkan pada lokasi Kota Bandung dengan ketentuan jarak bebas
terpendek dari 2 variasi ketinggian massa bangunan ( 4 lantai dan 8 lantai ) dengan 4 variasi orientasi
( Utara/Selatan, Barat/Timur, Barat Daya/Timur Laut, Barat Laut/Tenggara ). Sampel pola
pembayangan diambil dari setiap bulan sepanjang tahun dengan 5 periode waktu harian ( jam 08.00,
10.00, 12.00, 14.00, dan 16.00 ).
Dari simulasi pola pembayangan pada dinding yang berhadapan dengan 4 variasi orientasi
ditemukan, bahwa bangunan dengan orientasi Utara/Selatan memiliki akses sinar matahari
terbanyak dengan durasi paling panjang di banding orientasi lainnya. Sedangkan orientasi Barat/
Timur memiliki akses sinar matahari yang paling sedikit dibandingkan dengan tiga orientasi lainnya,
karena akses sinar matahari penuh hanya diperoleh pada durasi yang sangat singkat ( hanya satu jam
) dan berpindah dari dinding menghadap timur dan Sedangkan orientasi Barat Daya/Timur Laut dan
Barat Laut/Tenggara memiliki akses sinar matahari sedang. Sehingga untuk memanfaatkan energi
sinar matahari secara optimal, maka sebaiknya bangunan diorientasikan ke arah Utara/Selatan.
Sedangkan untk orientasi lainnya dibutuhkan jarak bebas yang lebih Panjang.
Sedangkan hasil analisa simulasi dengan dua variasi ketinggian bangunan dan jarak bebas
terpendek juga diperoleh kesimpulan bahwa perbandingan tinggi dan jarak bebas terpendek belum
seimbang, sehingga akses sinar matahari pada bangunan yang lebih tinggi menjadi lebih sedikit
dibanding dengan bangunan yang lebih rendah. Sehingga perlu kajian lanjutan untuk menghasilkan
perbandingan tinggi dan jarak bangunan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan akses sinar
matahari pada ke dua dinding yang berhadapan.