Abstract:
Selama beberapa dekade terakhir, comfort women menjadi salah satu isu
yang menghalangi hubungan bilateral antara Korea Selatan dan Jepang. Isu ini
terjadi pada masa Perang Dunia II dan baru kembali ke permukaan publik pada awal
1990, dikarenakan mulai banyak perempuan yang menyatakan diri sebagai comfort
women dan meminta pertanggungjawaban dari Pemerintah Jepang atas hal yang
dialami di masa lalu. Pada akhir tahun 2015, Korea Selatan dan Jepang telah
mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan isu comfort women, dikenal sebagai
Comfort Women Agreement. Alih-alih menyelesaikan permasalahan, perjanjian ini
justru memunculkan masalah baru karena mendapati penolakan dari masyarakat
dan para korban yang disebabkan oleh isi perjanjian yang tidak mencerminkan
kebutuhan para korban.
Penelitian ini menggunakan pendekatan aktor sosial oleh Jean-Frederic
Morin dan Jonathan Paquin untuk menunjukkan pengaruh dari aktor sosial dalam
proses pembuatan kebijakan luar negeri Korea Selatan terhadap Jepang terkait
Comfort Women Agreement. Penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif
dengan teknik studi pustaka untuk menunjukkan pengaruh yang dimiliki oleh aktoraktor
sosial di Korea Selatan setelah memenuhi beberapa faktor yang mendukung
berdasarkan pendekatan yang digunakan.