Abstract:
Mayoritas masyarakat Indonesia pada umumnya bukan memilih sebagai pengusaha tetapi sebagai perkerja. Konsekuensi sebagai pekerja salah satunya adalah menerima perjanjian kerja yang disampaikan kepada pekerja di awal pekerja bekerja tanpa memperoleh kesepatan untuk bernegosiasi tentang substansi perjanjian kerja itu sendiri. Perjanjian kerja tersebut sudah ada sebelum pekerja menandatangani, dan perjanjian kerja tersebut disediakan oleh pihak pelaku usaha dengan standar tertentu atau sering disebut dengan kontrak standar/perjanjian standar. Ketiadaan kesepatan negosiasi atas substansi perjanjian kerja di sini akan ditelaah menggunakan metode yuridis normatif dengan melihat sudut pandang hak asasi manusia (pekerja) menggunakan aliran hukum alam, positivisme hukum dan utilitarianisme hukum. Tulisan ini akan memberi informasi dan analisis tentang apa perbedaan standar kontrak/perjanjian standar dalam konteks ketiga aliran hukum, yaitu aliran hukum alam, positivisme hukum, dan utilitarianisme hukum.