Abstract:
Berdasarkan sejarahnya, pendidikan arsitektur di Indonesia dimulai tahun 1920 yang diinisiasi oleh Pemerintah Belanda dengan tujuan untuk menambah kebutuhan akan insinyur (engineer) di Indonesia. Belanda mendirikan De Techniche Hoogeschool te Bandung atau sekarang lebih dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB). Setelah Indonesia merdeka, kurikulum pendidikan arsitektur di Indonesia berkembang, namun perkembangannya masih berorientasi pada pendidikan arsitektur di Eropa dan/atau di Amerika Serikat yang berkembang ke arah trend atau fashion.
Ternyata para pakar di Eropa juga melihat gejala bahwa pendidikan arsitektur mulai berkembang mengikuti trend yang sangat market-oriented. Juhani Pallasmaa mengatakan bahwa “We need an architecture that rejects momentariness, speed and fashion; instead of accelerating change and a sense of uncertainty, architecture must slow down our experience of reality in order to create an experiental background for grasping and understanding change.” Pemahaman arsitektur yang berelasi dengan realitas dan pengalaman adalah pemahaman pengalaman ruang yang berujung pada ilmu fenomenologi.
Dari banyak pemahaman, pengertian dan cabang ilmu fenomenologi yanh ada, penelusuran lebih lanjut mengenai ilmu fenomenologi dalam arsitektur yang berhubungan dengan arsitektur vernakular kemudian berkembang dan bercabang menjadi 2 (dua); yaitu mengenai space, place dan atmosphere dan mengenai tectonic atau the art of construction yang sifatnya lebih berfokus pada craftsmanship. Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan hubungan antara ilmu fenomenologi, baik pemahaman pengalaman ruang maupun pemahaman tektonika, dengan arsitektur vernakular. Harapannya, hubungan tersebut dapat menjadi suatu cara pandang baru dalam melihat arsitektur vernakular yang dapat menjadi titik tolak untuk memahami arsitektur vernakular untuk pendidikan arsitektur masa kini di Indonesia.