Abstract:
Ketidakadilan, kekerasan, dan penindasan masih menghantui keberadaan dan martabat manusia, baik perempuan maupun laki-laki. Pengalaman ketidakadilan dan segala bentuk diskriminasi membuat perempuan dan pencinta keadilan bangkit untuk memperjuangkan keadilan, kesetaraan, dan martabat hidup. Dalam memperjuangkan kesetaraan itu, para teolog feminis mengangkat tokoh Hagar - seorang budak - sebagai model. Hagar dijadikan model, karena Hagar memiliki keutamaan dalam hidup: Hagar memiliki keberanian dan daya juang yang tinggi untuk membebaskan diri dari ikatan belenggu kehidupan; Hagar bersifat mandiri dalam melawan kesulitan hidup bahkan ketika menjadi orangtua tunggal bagi anaknya; dan Hagar mempunyai iman yang menaruh kepercayaan kepada Allah yang menyelamatkan dan membebaskannya. Berkat kedekatan dan relasi yang akrab dengan Tuhan, Hagar mampu melampaui situasi kelam dalam seluruh perjalanan hidupnya. Hagar merupakan model hamba (budak) yang dikasihi Allah, yang berjuang demi keadilan yang membebaskan dirinya dan orang-orang yang senasib dengannya. Perjuangan Hagar seharusnya bisa menjadi inspirasi bagi kaum perempuan untuk berani menyuarakan kebenaran, keadilan, dan kejujuran. Keberanian ini dibangun atas pilar iman yang tumbuh dari relasi yang akrab dan intim dengan Allah. Iman inilah yang menghantar seseorang untuk berjumpa dengan Allah yang membebaskannya. Dengan pemodelan Hagar ini, para teolog feminis “membakar jiwa dan semangat” kaum perempuan untuk bebas dari penindasan fisik, penindasan psikologis, dan penindasan spiritual.