Abstract:
Awal kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 3 November 1945, para founding fathers sepakat untuk menerapkannya sistem politik demokrasi parlementer. Untuk itu dikeluarkan Maklumat Pemerintah Indonesia yang merupakan realisasi usulan dari Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat Indonesia untuk mendirikan partai politik agar kepentingan segala aliran/golongan dalam masyarakat Indonesia tersalurkan secara teratur.
Pada tahun 1955 hasil Pemilihan Umum pertama kali yang diadakan di Indonesia menunjukkan semakin maraknya jumlah partai politik. Hal tersebut menegaskan bahwa bangsa Indonesia terdiri atas elemen atau paling tidak kepentingan-kepentingan yang beragam.
Dekrit Presiden Soekarno muncul pada tanggal 5 Juli 1959 yang pada pokoknya untuk membubarkan Konstituante dan kembali ke UUD 1945. Lebih lanjut dari Dekrit ini adalah pembentukan Kabinet Gotong Royong dan Dewan Nasional yang keduanya merupakan instrumen untuk meniadakan peran partai politik dan berbagai golongan di dalam pemerintahan. Hal ini merupakan perkembangan realisasi dari sistem politik demokrasi terpimpin.
Penelitian ini berusaha untuk mencari faktor-faktor yang mendorong munculnya perubahan dari sistem politik demokrasi parlementer ke sistem politik demokrasi terpimpin. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelusuran historis serta penerapan hermeneeuti terhadap teks dan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keinginan Soekarno atau pemerintah saat itu tidak melihat perpecahan bangsa Indonesia sangat besar. Soekarno menyatakan dalam beberapa pidatonya bahwa penyebab perpecahan ini karena adanya oposisi dalam pemerintahan tidak mampu memberikan kritik yang konstruktif tetapi bahkan berusaha menghancurkan pemerintahan. Untuk itu Soekarno meniadakan peran partai dalam pemerintahan dengan satu prinsip bahwa yang utama adalah identitas bangsa Indonesia bukan partai politik.