dc.description.abstract |
Agama-agama lokal Indonesia-semisal Parmalim, Subud, Nias dan Kaharingan-sudah terlebih dulu
eksis dan memiliki pengikut jauh sebelum agama-agama Samawi dari Timur Tengah dan Asia
Selatan merambah Nusantara. Di satu sisi, ada kesan negara memberikan kesempatan yang sama
bagi seluruh agama untuk berkembang. Namun, pada kenyataannya pemerintah malah tidak
mengkategorikan agama dan kepercayaan asli Indonesia sebagai "agama". Pada tahun 1978
misalnya, negara memasukkan agama-agama asli ke dalam Departemen Kebudayaan, karena
dianggap sebagai sebuah "budaya spiritual" bukan agama. Berdasarkan data yang dihimpun oleh
Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2003 mengungkapkan, ada 245 aliran
kepercayaan yang terdaftar, sementara keseluruhan penghayat mencapai 400 ribu jiwa lebih.
Terlepas dari persoalan pengakuan tersebut, kini kita mau menyingkap sejauh mana posisi agama
asli dalam konteks antropologis dan filsafat. Dan, bukan pula menempatkan agama lokal hanya
sekedar sebagai objek ilmiah, tetapi untuk menggali nilai kearifan agama-agama asli sebagai local
wisdom. Metode yang akan digunakan menggunakan metode diskurus dimana terget group yang
nantinya terlibat dalam kegiatan ECCR mendapatkan input dari berbagai narasumber yang ahli
dibidangnya masing-masing sesuai dengan tema dan sub-tema yang diangkat. |
|