Abstract:
Para remaja akhir membutuhkan kecerdasan spiritual melalui pendekatan estetika untuk menjadi pribadi yang otentik. Kercerdasan spiritual mengarahkan membantu para remaja akhir untuk bergerak naik seperti anak tangga, mulai dari sisi psikologis, cara berpikir estetis dan menuju Yang Transenden. Dari aspek psikologi, para remaja akhir ditandai dengan situasi keraguan, kebingungan dan ketidakjelasan yang diakibatkan, salah satunya oleh dualisme kecerdasan inteletektual dan emosional. Dualisme ini diatasi dengan paradigma estetis yang merupakan hasil refleksi filosofis seni. Seni di dalam kecerdasan spiritual berperan menyingkapkan makna lewat menciptakan rute baru dalam merumuskan secara aktual kemungkinan-kemungkinan di dalam realitas. Dari aspek teologi, para remaja akhir semakin dekat terhadap Yang Transenden. Konteks penulisan ini, para remaja akhir berusaha menjadi bentuk seperti Yesus (Christoformic). Dalam konteks di luar Kristiani, pemahaman ini terbuka untuk menyesuaikan sosok yang menjadi teladan di dalam agama tertentu. Karena konteks penulisan ini adalah remaja akhir Kristiani maka menjadi Christoformic merupakan tawaran identitas yang otentik. Menjadi Christoformic berarti hidup sesuai dengan ajaran dan tindakan Yesus. Dalam sudut pandang estetika berarti menjadi pribadi ludic. Menjadi otentik bagi para remaja akhir, melalui kecerdasan spiritual yang dipengaruhi oleh estetika, berarti menjadi Christoformic yang memiliki sifat ludic.