Abstract:
Perairan Natuna adalah perpotongan garis Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dengan nine dash line Tiongkok. Meski Indonesia menganggap bahwa tidak memiliki dasar legalitas yang jelas, Tiongkok memperlakukan garis tersebut sebagai batas negara mereka, sehingga memperbolehkan nelayan Tiongkok untuk menangkap ikan di perairan tersebut. Indonesia yang dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo sedang berfokus untuk menekan angka pencurian ikan sekaligus menegaskan kedaulatan maritimnya menghadapi sebuah ancaman dari kehadiran Tiongkok di Natuna. Hubungan antara kedua negara sempat memanas setelah terjadi tiga insiden, dimana dua di antaranya TNI-AL Indonesia melakukan penembakan kepada kapal nelayan Tiongkok yang ditemukan sedang melakukan penangkapan ikan di Natuna. Penembakan ini sendiri dilansir sebagai sebuah usaha untuk melindungi proses penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia setelah dalam kasus serupa beberapa bulan sebelumnya, kapal penjaga pantai Tiongkok mengintervensi proses tersebut. Dalam menganalisa kasus ini, pemerintah Indonesia terlihat melakukan upaya sekuritisasi untuk menjustifikasi tindakan penembakan yang mereka lakukan. Proses sekuritisasi yang mencakup identifikasi ancaman nyata, pengambilan tindakan khusus, hingga akhirnya menimbulkan dampak antar unit terlihat nyata dalam kasus ini. Kehadiran kapal penjaga pantai Tiongkok di Natuna dilihat sebagai sebuah ancaman nyata bagi Indonesia sehingga menimbulkan tindakan khusus penembakan terhadap kapal pelaku pencurian ikan terlebih dengan datangnya Presiden Joko Widodo sendiri ke Natuna pasca insiden terakhir. Hal ini menimbulkan respon dari pemerintah Tiongkok yang sekarang menganggap ada sebuah klaim yang tumpang tindih dengan Indonesia di kawasan Natuna dimana sebelumnya klaim sedemikian rupa tidak pernah disampaikan.