Abstract:
Pengelolaan usaha yang baik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pengelolaan perusahaan secara baik dan bertanggung jawab yang bertujuan untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan pemegang saham (Shareholder) dan kepentingan pihak-pihak lain (stakeholder), yang didasari pada penerapan prinsip transparansi (transparancy), keadilan (faimess), akuntabilitas (accounfability), dan pertanggungjawaban (responsibility). Pengelolaan usaha yang baik dapat meningkatkan apresiasi pemegang saham maupun Stakeholders lainnya terhadap kinerja perusahaan. Peningkatan apresiasi ini pada gilirannya dapat meningkatkan daya saing perusahaan. Sehingga, dengan pengelolaan usaha yang baik, diharapkan dapat menghindari perusahaan dari kesulitan-kesulitan yang utamanya karena kesalahan kelola yang dapat berakibat pada kebangkrutan perusahaan. Untuk dapat mewujudkan penerapan good corporate governance secara optimal, diperlukan beberapa perangkat fungsi atau kelembagaan yang dapat mendukung. Perangkat dan fungsi/kelembagaan tersebut antara lain adalah Komite Audit, Komisaris Independen, dan Coporate Secretary. Komite Audit dalam Pedoman Corporate Governance yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance memiliki tugas antara lain : mendorong terbentuknya struktur pengawasan internal yang memadai; meningkatkan kualitas keterbukaan dan pelaporan keuangan; mengkaji ruang lingkup dan ketepatan eksternal audit, kewajaran biaya eksternal audit serta kemandirian dan obyektifitas eksternal auditor; mempersiapkan surat ( yang ditandatangani oleh Ketua Komite Audit) yangmenguraikan tugas dan tanggung jawab Komite Audit selama tahun buku yang sedang diperiksa oleh eksternal auditor. Tuntutan kebutuhan Komite Audit independen tidak dapat dipisahkan dari perlunya persyaratan moralitas yang melandasi integtritasnya. Hal ini perlu disadari karena Komite Audit merupakan pihak yang menjembatani antara eksternal auditor dan perusahaan yang juga sekaligus menjembatani antara fungsi pengawasan Dewan Komisaris dengan internal auditor. Banyaknya kasus yang terjadi pada perusahaan go public di Indonesia menunjukan belum sepenuhnya ketentuan mengenai Komite Audit dijalankan. Sebanyak 49 emiten belum membentuk Komite Audit ini berarti masih banyak perusahaan yang belum membutuhkan keberadaan Komite Audit. Demi tegaknya good coporate governance, Komite Audit harus menjadi kesepakatan bersama. Teguran dan sanksi perlu diberikan bagi emiten yang belum mempunyai Komite Audit karena hal ini menyangkut pertanggung jawaban kepada publik.