Abstract:
Bali sebagai daerah tujuan wisata utama di Indonesia dengan daya tarik pada adat istiadat,
seni-budaya dan keadaan alamnya. Upaya untuk menjadikan budaya Bali (termasuk
arsitekturnya) sebagai komoditas wisata telah dilakukan sejak masa Kolonial melalui
“Baliseering”, dilanjutkan pada era Pemerintahan Orde Baru dengan “Pariwisata-
Budaya” dan yang paling akhir memasuki abad ke-21 dengan “Ajeg Bali”. Saat kini
tidak dapat dipungkiri bahwasannya kepariwisataan menjadi andalan utama Bali untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakatnya (termasuk keluarga Puri). Puri merupakan
istana sekaligus pusat pemerintahan/kekuasaan pada era kerajaan di Bali. Sampai dengan
saat kini, puri masih memiliki esensi dan peran urgen pada lingkungan masyarakatnya.
Sejak tahun 1920 Puri Saren Agung Ubud dan tahun 1967 Puri Anyar Kerambitan
Tabanan telah menerima kegiatan pariwisata. Saat kini dapat ditemukan adanya beberapa
kegiatan wisata diantaranya royal wedding, royal dinner, art performance & exhibition,
guest house dan lain sebagainya. Kondisi ini diduga dapat mengakibatkan terjadinya
transformasi arsitektur puri sebagai peninggalan arsitektur masa lalu, baik pada fungsi,
tata ruang ataupun bentuk bangunan. Penelitian ini dirancang menggunakan metoda
kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Bagaimana upaya untuk mempertahankan
eksistensi puri pada masa kini dan yang akan datang merupakan permasalahan faktual
dan menarik bagi pengembangan ilmu pengetahuan arsitektur lokal/tradisional,
khususnya terkait dengan perkembangan sosial dan budaya masyarakat Bali. Secara lebih
luas studi ini diharapkan dapat pula dijadikan sebagai pintu masuk bagi pengembangan
studi arsitektur tradisional di Indonesia, mengingat keberagaman sosial-budaya
masyarakat etnik di Indonesia.