Abstract:
Menguatnya kultur distrust dan kultur kematian merupakan tantangan yang serius bagi praksis Evangelisasi saat ini. Berhadapan dengan kultur distrust berarti berhadapan dengan situasi sosio-kultural di mana relasi sosial lebih ditandai dengan terkikisnya sikap saling percaya. Berhadapan dengan kultur kematian berarti berhadapan dengan kekuatan-kekuatan destruktif yang tengah merasuki kehidupan sosial saat ini.
Kultur distrust dan kultur kematian memang merupakan krisis kultural yang menjadi tantangan serius bagi praksis Evangelisasi dewasa ini. Mengapa? Karena persis Gereja dan orang Kristiani dewasa ini hidup di tengah kultur tersebut. Ini berarti praksis Evangelisasi memang berhadapan dan mesti berhadapan dengan kultur tersebut. Refleksi atas praksis Evangelisasi menjadi tuntutan yang aktual. Evangelisasi mesti “berbicara” karena Evangelisasi tidak bisa melepaskan diri dari situasi kultural tersebut.
Bagaimana Evangelisasi mesti dipahami menghadapi kultur tersebut? Kesadaran kultural seperti apa yang dibutuhkan Gereja dan orang Kristiani dewasa ini? Bagaimana Evangelisasi bisa menjawab persoalan kultur distrust dan kultur kematian? Tentunya Evangelisasi yang bisa menyentuh dan menghidupkan kembali basic trust manusia dalam membangun relasinya baik di tataran vertikal: relasinya dengan Tuhan maupun di tataran horisontal: relasinya dengan sesamanya. Pada saat yang sama Evangelisasi yang humanis menjadi kebutuhan aktual. Evangelisasi yang humanis adalah Evangelisasi yang menghadirkan kultur kehidupan. Inilah muatan Evangelisasi yang mesti ada dalam hidup Gereja dan orang Kristiani.