Abstract:
Kota Bandung dalam proses transformasi perkembangannya setelah tahun 1970-an menunjukkan bahwa pola jalan primer yang menyebar keluar ke empat arah kapital adalah segmen jalan regional penghubung kota Bandung dengan kota-kota kecil di sekitamya. Bahkan ,segmen jalan Dr. Setiabudhi dalam sektor Utara-Barat kota menjadi jalur regional alternatif dari Jakarta; dan sekaligus adalah jalan kolektor utama disebabkan dijadikan muara akses mama kompleks-kompleks perumahan di kawasan periferi kota. Faktor-faktor ini cenderung membangkitkan ‘keuntungan lokasional’ yang mendorong berlangsungnya transformasi morfologi bebangunan hunian dart kavling menjadi bebangunan komersial dan rumah-toko, sehinge pada satu saat menjadi aglomerasi perdagangan eceran dalam bentuk koridor komersial. Deskripsi kasus studi yaitu koridor komersial segmen jalan Dr. Setiabudhi di kawasan periferi Utara kota Bandung memperlihatkan gambaran tersebut. Transformasi tersebut bersifat inkremental dan gradual, membentuk keaneka-ragaman morfologi bangunan komersial tanpa kesinambungan terhadap pembentukan ruang urban. Kondisi ini dipilih sebagai permasalahan pokok dalam penelitian. Kriteria pokok lingkup kajian adalah: pertama, pemahaman kota sebagai entitas arsitektur, serta kedua, morfologi bebangunan komersial adalah komponen generator untuk pembentukan ruang urban. Sasaran penelitian adalah identifikasi morfologi bebangunan komersial, dan tujuannya adalah sebuah masukan dalam kaitannya dengan gagasan pedoman rancang urban, khususnya untuk pembentukan ruang perkotaan koridor komersial segmen jalan primer kawasan periferi kota. Dengan cara pandang sinkronik - diakronik dimaksudkan untuk melakukan deskripsi morfologi bebangunan komersial sebagai artefak, dari lokasi dalam sejarah perkembangan kota Bandung yang memiliki karakter serupa dengan kasus studi.
Sejarah perkembangan kota Baudung periode 1900an hingga 1940an memperlihatkan bahwa kecenderungan transformasi pembentukan morfologi koridor komersial tersebut dimanfaatkan oleh otoritas kota, yaitu misalnya: pertama, untuk alokasi pasar sebagai pusat sekunder kawasan dalam rencana kota; dan kedua, untuk pcmbentukan ruang urban sebagai sekaligus ‘simpul’ dan ‘gerbang’ kawasan dan kota dalam rangka menampilkan citra arsitektur kota Bandung melalui pengarahan transfonnasi morfologi dengan panduan rancang komprehensif Pola ini tampak pada beberapa koridor komersial saat itu. Deskripsi koridor komersial di atas menegaskan pembentukan sebuah poia ruang luar wilayah publik; dengan manipulasi beberapa morfologi komponen bangunan diorientasikan terhadap pola fisik spasial untuk membentuk kesatuan ruang urban.
Sebagai kesimpulan dalam studi ini adalah :
1) dengan transformasi koridor komersial segmen jalan primer di kawasan
periferi sangat sukar diredam karena aspek ‘keuntungan lokasional’, menjadi
fenomena pada transformasi perkembangan kota Bandung;
2) rencana kota Bandung setelah tahun 1970-an dengan arahan masih bersifat kebijaksanaan tampaknya membutuhkan klarifikasi komprehensif berupa perangkat operasional untuk penataan transformasi koridor komersial;
3) kajian deskriptif artefak sejenis kiranya dapat sebagai acuan untuk rasionalisasi transformasi morfologi bebangunan komersial kasus studi, untuk membentuk ruang urban yang berorientasi terhadap pola fisik spasial dan mencerminkan citra bentuk arsitektur kota Bandung.
Akhir kata, penelitian ini mengilustrasikan bahwa dengan pendekatan morfologi terhadap kasus studi manfaatnya adalah: pertama, memberikan alternatif perangkat untuk klarifikasi lebih detail dari rencana kota dalam rangka antisipasi, transformasi perkembangan kota; dan kedua, menawarkan pendekatan deskriptif untuk gagasan morfologi bebangunan komersial. Tentunya masih membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan preskripsi morfologi yang dapat digunakan dalam panduan rancang urban.