Abstract:
Sagu merupakan salah satu sumber pangan berkarbohidrat tinggi yang diperoleh dari teras batang pohon sagu atau rumbia. Di Indonesia, sagu mempunyai peranan sosial, ekonomi, dan budaya yang cukup penting karena tepungnya yang berkarbohidrat tinggi digunakan sebagai sumber makanan pokok di daerah tertentu, seperti di daerah pesisir Papua dan Maluku. Sebagai sumber karbohidrat, sagu memiliki keunikan karena mudah tumbuh di daerah tawa-rawa. Seiring perkembangan teknologi, tepung sagu yang berkarbohidrat (pati) tinggi mulai dikembangkan sebagai bahan membuat bioetanol, mengingat jumlah produksinya yang berlimpah di Indonesia.
Bioetanol mulai dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif karena sifatnya yang ramah lingkungan, mudah diproduksi dan dapat dibuat dari bahan-bahan alami seperti jagung, tebu dan sagu. Oleh karena itulah, bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan di masa yang akan datang. Pembuatan bioetanol tersebut melalui
hidrolisis, fermentasi dan pemurnian. Tahap hidrolisis terdiri dari likuifikasi menggunakan enzim alfa-amilase dan tahap sakarifikasi menggunakan enzim glukoamilase. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan kekentalan larutan pati awal menjadi 10, 12 dan 15 baume dan jumlah enzim glukoamilase sebanyak 0,4 mg/bk dan 0,6 mglbk.
Hasil terbaik yang diperoleh akan dibandingkan dengan penggunaan enzim imobilisasi pada tahap sakarifikasi. Tahap fermentasi dilakukan dengan menggunakan fermipan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekentalan larutan dengan 10 baume menghasilkan konsentrasi yang cukup baik untuk diolah oleh fermi pan menjadi bioetanol.
Jumlah enzim glukoamilase sebanyak 0,6 mg/bk memberikan hasil bioetanol yang tinggi. Enzim imobilisasi dapat menghasilkan konsentrasi glukosa yang sama tingginya dengan enzim glukoamilase murni, namun masih sedikit dapat diolah oleh fermipan untuk menghasilkan bioetanol.