Abstract:
Segala hal yang berkaitan dengan Merek di Indonesia diatur dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek & Indikasi Geografis. Agar suatu merek terdaftar, maka merek yang dimohonkan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan pada UU 20/2016. Setelah syarat formalitas terpenuhi, selanjutnya untuk menentukan substansi suatu merek dapat terdaftar atau tidak maka perlu melalui mekanisme Pemeriksaan Substantif Merek. DJKI yang merupakan perpanjangan tangan Kemenkumham memiliki tanggungjawab untuk melakukan pendaftaran merek di Indonesia. Namun pada faktanya, masih ditemui merek-merek yang menurut penulis diduga memiliki indikasi terhadap pelanggaran moralitas dan kesusilaan sebagaimana tercantum pada Pasal 20 huruf a. Adapun merek-merek yang penulis bawakan tersebut berdasarkan Pangkalan Data Kekayaan Intelektual, yaitu : Berak, Tokai, Bikini, Andjing, PeJu, Jablay, Badjingan, dan Fuck. Berdasarkan wawancara dengan Analis Hukum Ahli Pertama Tim Litigasi Merek dan Indikasi Geografis, hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya pengertian dan penegakan pada unsur moralitas dan kesusilaan pada pedoman yang digunakan oleh Pemeriksa untuk melakukan Pemeriksaan Substantif sehingga menimbulkan kesulitan bagi Pemeriksa untuk menentukan kesesuaian unsur moral dengan merek yang didaftarkan karena kurangnya informasi dalam pedoman mengenai moralitas dan kesusilaan. Terhadap Merek yang diduga memiliki indikasi bertentangan dengan moralitas dan kesusilaan, maka UU 20/2016 memiliki dua mekanisme yang dapat dilakukan, yakni gugatan pembatalan dan gugatan penghapusan merek terdaftar. Akhir dari penelitian ini, maka penulis memiliki saran yaitu, perlu adanya revisi pedoman yang digunakan oleh Pemeriksa dalam hal moralitas dan kesusilaan dan perlu diberikan kewenangan bagi DJKI untuk melakukan penangguhan merek yang memiliki indikasi pelanggaran moralitas dan kesusilaan dengan menerapkan asas prima facie. Metode dari penelitian ini adalah yuridis normatif.