Abstract:
KUHP adalah ketentuan hukum yang diterapkan oleh negara untuk warga negaranya, agar tercipta suatu ketertiban dan keadilan yang diinginkan. Namun KUHP yang diwarisi pemerintah Indonesia dari pemerintah kolonial Belanda dilahirkan pada jaman yang berbeda, sehingga harus mengalami perubahan secara fundamental. Karena perubahan tersebut memerlukan waktu yang lama maka, untuk sementara KUHP masih dapat diberlakukan dengan memberikan penafsiran yang kontekstual, agar masih dapat diterapkan pada masa kini dan memenuhi tujuan hukumnya. Termasuk di dalamnya yang harus diberikan makna ulang adalah pengaturan tindak pidana kekerasan terhadap perempuan agar penerapannya dapat lebih berkeadilan khususnya bagi korban tindak pidana kekerasan tersebut.
Teori hukum feminis adalah salah satu cabang dari teori hukum yang mempertanyakan netralitas hukum dalam penerapannya dan dampaknya bagi keadilan bagi kelompok perempuan. Teori hukum feminis yakin bahwa hukum, termasuk hukum pidana dan KUHP, dibentuk dengan pola pikir maskulin sehingga melupakan pengalaman perempuan yang menjadi korban. Karena itu rumusan atas tindak pidana kekerasan terhadap perempuan yang ada di dalam KUHP harus didekonstruksi dan diberikan makna ulang dengan cara pandang hermeneutik agar dapat lebih berkeadilan. Selain itu, putusan pengadilan yang diberikan tentang tindak pidana kekerasan terhadap perempuan, juga dikritik karena tidak mempertimbangkan pengalaman perempuan sebagai korban.
Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian normatif, dengan pendekatan filsafat hukum, khususnya atas keadilan perempuan korban atas kaidah hukum yang dirumuskan di dalam KUHP, khususnya tindak pidana kekerasan terhadap perempuan. Di dalam penelitian analisa akan dilakukan secara kualitatif, dengan cara berpikir deduktif dan induktif, dengan menerapkan metode dekonstruksi dan hermeneutika. Standar yang akan digunakan untuk mengkritik adalah teori hukum feminis untuk mendapatkan keseimbangan dalam posisi perempuan di dalam hukum. Data di dalam penelitian ini diambil secara kepustakaan dan lapangan secara terbatas untuk beberapa putusan pengadilan. Data berupa rumusan hukum tindak pidana dan beberapa putusan hakim akan dikritik, untuk mendapatkan pemahaman baru atas keadilan yang diharapkan dapat dijangkau oleh korban perempuan.
Kaidah hukum yang tertuang di dalam rumusan KUHP tentang tindak pidana kekerasan terhadap perempuan, karena latar belakang historis dan filosofisnya, dimuati oleh ideologi yang dominan yaitu ideologi patriarki. Karenanya rumusan hanya melihat tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dari sudut pandang maskulin belaka. Agar dapat berfungsi dan mencapai keadilan bagi korban perempuan, rumusan harus dimaknai dengan pemahaman sejarah dan kontekstual sesuai kebutuhan pada masa kini. Penafsiran yang dilakukan atas rumusan tersebut, harus dilakukan secara progresif, dengan menggunakan penalaran yang dapat membaca pengalaman perempuan sebagai korban.
Putusan pengadilan atas tindak pidana kekerasan terhadap perempuan merefleksikan sikap masyarakat secara umum, termasuk penegak hukum atas perempuan dan penerapan hukum terhadap perempuan. Agar berkeadilan, penegak hukum harus dapat memahami adanya pengalaman perempuan sebagai korban dan menggunakan penalaran hukum serta penafsiran hukum yang progresif.