Abstract:
Perbedaan agama terkadang menjadi penghalang bagi terwujudnya kehidupan bersama yang damai, bahkan dapat memicu konflik berbasis agama, seperti yang terjadi di Cilegon. Untuk merespons persoalan ini, gereja perlu menjalankan misi rekonsiliasi. Robert J. Schreiter mengusulkan sebuah model rekonsiliasi yang dapat mengatasi masalah ini. Namun, perlu diingat bahwa situasi di Cilegon memiliki konteks yang berbeda dengan pemikiran Schreiter. Melalui metode penelitian studi kasus, penelitian ini berusaha mengkaji persoalan yang terjadi di Cilegon, terutama yang dialami oleh umat Paroki Santo Mikael Cilegon, dan mengevaluasi model rekonsiliasi Schreiter dalam merespons konflik berbasis agama di Cilegon. Dalam penelitian ini, ditemukan beberapa faktor penyebab konflik berbasis agama antara kelompok Islam radikal sebagai pelaku dan komunitas Kristiani di Cilegon sebagai korban. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, model rekonsiliasi Schreiter yang melibatkan penyembuhan ingatan, pengungkapan kebenaran, pencarian keadilan, dan pengampunan bisa diterapkan, tetapi perlu disesuaikan dengan konteks Cilegon. Penyesuaian ini perlu mempertimbangkan sejarah, nilai-nilai lokal, dan situasi politik yang ada dalam masyarakat Cilegon.