Abstract:
Latar Belakang: Perencanaan bangunan sekolah cenderung mengikuti standar kriteria minimum yang bersifat teknis dan berdasarkan sudut pandang orang dewasa sebagai pembuat kebijakan. Padahal, anak memiliki konsepsi tentang lingkungan yang berbeda dari orang dewasa sehingga penting untuk dikaji, namun penelitian terkait jarang ditemui khususnya terkait lingkungan spasial
di sekolah. Isu Penelitian: Citra spasial arsitektur anak terhadap bangunan sekolah dinyatakan penting mengingat anak adalah pengguna utama bangunan sekolah. Penelitian ini mengangkat isu citra anak dalam memahami spasial sekolah terkait dengan aktivitas pembelajaran. Premis & Tesa Kerja: Citra spasial arsitektur merupakan hasil relasi antara aspek aktivitas pembelajaran dengan aspek fisik bangunan sekolah sebagai wadah aktivitas. Anak dipahami
memiliki struktur dasar yang sama dalam memahami lingkungannya. Dengan demikian, tesa kerja penelitian ini adalah adanya struktur dasar citra spasial arsitektur yang relatif sama pada anak tentang sekolah terlepas adanya perbedaan jalur pendidikan dan tipe bangunan sekolah. Tujuan Penelitian: Menemukan struktur dasar citra spasial arsitektur anak terhadap bangunan
sekolah melalui proses analisis terhadap unit amatan, pengungkapan kualitas spasial, serta interpretasi citra spasial arsitektur partisipan di kasus studi.
Manfaat Penelitian: Institusi pendidikan mendapatkan gambaran bagaimana susunan spasial sekolah memiliki pengaruh pada preferensi dan citra spasial terkait aktivitas pembelajaran, sehingga dapat menjadi masukan untuk pengembangan penataan sekolah. Formulasi bahasa rupa spasial sebagai metode baru untuk mengungkap citra spasial arsitektur anak menjadi pengayaan dalam
khazanah keilmuan, yang memiliki sifat terbuka dan dapat menjadi titik tolak pemikiran bagi penelitian kajian terkait anak dan arsitektur sekolah.
Langkah Penelitian: Penelitian berdasar pada paham strukturalis dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui gambar dan dikonfirmasi melalui teknik wawancara semi-terstruktur. Pengamatan dilakukan untuk melihat kondisi alamiah partisipan saat beraktivitas di
lingkungan sekolah, demikian pula wawancara pada guru dilakukan untuk mendapatkan data yang kredibel. Analisis hasil gambar partisipan dilakukan dengan pendekatan membaca bahasa rupa gambar anak. Identifikasi properti dan komposisi pada pembacaan bahasa rupa hasil gambar partisipan dilakukan sebagai alat untuk mengungkap kualitas spasial yang disiratkan partisipan.
Kesimpulan: Dari kedua kasus studi penelitian dapat dikonfirmasikan adanya struktur dasar citra spasial arsitektur yang sama. Pada aspek spasial, kedua kasus studi yang memiliki karakter elemen spasial yang berbeda, namun demikian kualitas spasial yang terungkap melalui gambar partisipan menunjukan kesamaan citra spasial yang mereka miliki. Pada aspek aktivitas, kegiatan di sekolah
bagi partisipan adalah belajar dan bermain ataupun belajar sambil bermain, hal tersebut tampak dari preferensi wadah aktivitas yang paling sering diungkapkan adalah ruang kelas dan lapangan bermain. Temuan penelitian menghasilkan metode baca bahasa rupa spasial pada ranah metode, indikator karakter fisik wadah aktivitas belajar pada ranah teoretik, serta masukan bagi kasus studi
pada ranah praktis.