Abstract:
Pertumbuhan apartemen saat ini semakin meningkat seiring kebutuhan hunian vertikal terutama di kalangan generasi milineal. Dalam siklus hidupnya, kegiatan operasional menjadi penyumbang emisi CO2 terbesar dari penggunaan energi baik penghuni maupun pengelola apartemen. Saat ini, Indonesia tengah berusaha mencapai target penurunan emisi sebesar 29% hingga tahun 2030 melalui kebijakan NEK (Nilai Ekonomi Karbon) yang didalamnya memuat berbagai instrumen dengan memberikan nilai (value) atas emisi yang dihasilkan. Salah satu instrumen yang Indonesia dan negara-negara lain terapkan adalah kebijakan carbon tax, berupa pungutan pajak atas emisi yang dihasilkan. Penelitian ini akan menginventarisasi emisi CO2 yang dihasilkan dari kegiatan operasional dari 14 apartemen di Kota Jakarta dan Bandung. Pengumpulan data berupa konsumsi energi akibat penggunaan listrik dan pengelolaan sampah diperoleh dari pihak pengelola masing-masing apartemen, dan menghasilkan nilai rata-rata satuan emisi CO2 sebesar 148,17 kg CO2/m2. Selain itu, wawancara tidak tersetruktur dan observasi langsung ke masing-masing apartemen juga dilakukan untuk mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan fisik bangunan, karakteristik penghuni, tingkat occupancy, dan upaya-upaya pengelola dalam konservasi energi. Nilai rata-rata emisi CO2 ini selanjutnya akan digunakan sebagai input dalam simulasi penerapan kebijakan carbon tax di industri konstruksi. Untuk mengetahui kebijakan eksisting di Indonesia, wawancara langsung dilakukn dengan staf Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Dari wawancara tersebut, dihasilkan dua skema penerapan yaitu skema carbon tax pada industri PLTU batu bara dan skema carbon offset. Skema-1 akan berdampak terhadap kenaikan tarif listrik yang diperkirakan menjadi Rp1.521,67/kWh dan berpotensi meningkatkan tarif service charge penghuni, sedangkan skema-2 dapat menjadi potensi penghasilan tambahan bagi pengelola apartemen melalui pemasangan panel surya yang rata-rata dapat menghemat konsumsi energi sebesar 240.188,59 kWh/tahun. Berdasarkan pengaruh dua hal di atas, diperlukan adanya integrasi antara kedua skema tersebut agar pengelola apartemen mendapatkan pendapatan tambahan (revenue) baik dari penghematan konsumsi listrik maupun perdangangan SPE (Sertifikat Penurunan Emisi) untuk menutupi extra cost.