Abstract:
Studi pendahuluan teridentifikasi bahwa kinerja sambungan mekanis ini dipengaruhi oleh kondisi epoksi, selongsong, tulangan yang disambung, dan beton di sekitarnya. Berdasarkan kajian ini maka dibuat model sambungan mekanis menggunakan selongsong dan epoksi dengan konfigurasi tulangan overlapping. Sambungan ini diberi nama sambungan ESO (Epoksi Selongsong Overlapping). Selongsong menggunakan corrugated steel duct. Epoksi memakai produk dalam negeri yang merupakan material baru akan digunakan sebagai bahan pengisi selongsong sehingga perlu dilakukan eksperimen.
Eksperimen ini terdiri dari tiga tahap, tahap 1 menentukan jenis epoksi yang digunakan dan panjang penyaluran. Eksperimen meliputi pengujian geser epoksi dan tes pullout. Selanjutnya tahap kedua adalah menguji pullout model sambungan ESO secara individu menggunakan panjang penyaluran dari hasil pengujian tahap I, selain eksperimen pada sambungan ini juga dilakukan analisis numerik menggunakan LS_DYNA Student Version. Tahap ketiga dari penelitian ini mengimplementasikan model sambungan ESO pada komponen balok. Berdasarkan hasil pengujian tahap I terpilih epoxyndo tipe C. Selain sifat dari epoxyndo tipe C dan lebih workable, epoksi ini merupakan produk lokal sehingga lebih mudah diperoleh dengan harga yang lebih murah. Panjang penyaluran yang diuji terdiri dari 5D, 10D, 15D, dan 20D. Gaya tarik terbesar dari masing-masing panjang penyaluran 5D, 10D, 15D, dan 20D secara berurutan adalan 35 kN, 50 kN, 60 kN, dan 60 kN. Penambahan gaya tarik dari Panjang penyaluran 15D ke 20D tidak terjadi peningkatan yang signifikan, sehingga panjang penyaluran yang dipilih adalah 15D. Dari hasi pengujian tahap II dengan menerapkan panjang penyaluran tulangan 15D kedalam model sambungan ESO diperoleh kurva tegangan-regangan pada tulangan menunjukkan tulangan sudah leleh. Kegagalan sambungan sudah masuk pada kondisi inelastis namun sebelum tulangan putus terjadi kerusakan pada epoksi dan selongsong. Hasil pengujian tahap III menunjukkan spesimen balok dengan sambungan memiliki daktilitas displacement dan kurvatur lebih tinggi dibanding spesimen balok tanpa sambungan. Pola kegagalan pada spesimen baik dengan maupun tanpa sambungan mengalami kegagalan lentur dan retak-retak terjadi pada 1/3 panjang bentang di bagian tengah. Untuk spesimen balok dengan sambungan retak terparah terjadi pada ke-2 ujung peralihan tulangan dengan dan tanpa sambungan.