Abstract:
Masjid sebagai bangunan peribadatan umat Islam memiliki dua orientasi, yaitu arah kiblat sebagai orientasi utama dan arah langit (atas) sebagai orientasi sekundernya. Ibadah salat yang merupakan ibadah utama umat Islam dilakukan mengarah ke kiblat dan ketika berdoa dianjurkan untuk mengarahkan dirinya ke kiblat dan ke atas. Masjid tidak memiliki ruang sakral, yang dianggap sakral adalah kiblat dengan mihrab dan dinding kiblat sebagai tandanya. Sejak dahulu aplikasi tanda dan penanda orientasi sakral ini sudah digunakan dan dikembangkan. Namun pengaruh budaya lokal dan perkembangan zaman mengikis eksistensi dan pemahaman terhadap tanda dan penanda ini. Mayoritas masjid di Indonesia memiliki orientasi terpusat dan kuat ke atas. Padahal, seharusnya masjid memiliki orientasi utama berupa orientasi sakral ke kiblat. Dengan membandingkan dua masjid yang kaya akan tanda dan penanda orientasi sakral, penelitian ini mengupas anatominya dan dianalisis dengan teori semiotika. Penelitian ini mengungkap bahwa ada tanda dan penanda baru sedangkan yang lama masih signifikan untuk diaplikasikan pada masjid saat ini.