Penerapan pembelaan terpaksa (noodweer) dan pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer exces) dalam hukum pidana Indonesia

Show simple item record

dc.contributor.advisor Prastowo, Robertus Bambang Budi
dc.contributor.author Qinthar, Navishya
dc.date.accessioned 2022-07-08T03:26:52Z
dc.date.available 2022-07-08T03:26:52Z
dc.date.issued 2021
dc.identifier.other skp41835
dc.identifier.uri http://hdl.handle.net/123456789/13090
dc.description 4808 - FH en_US
dc.description.abstract Kejahatan selalu terjadi di dalam kehidupan masyarakat, tidak hanya mengancam harta benda tetapi juga mengancam keselamatan jiwa seseorang. Dalam keadaan demikian, kita dapat melakukan pembelaan diri yang dalam KUHP dikenal dengan Pembelaan terpaksa. Penerapan alasan penghapus pidana haruslah dibuktikan melalui persidangan dan dinilai oleh hakim, namun dalam salah satu kasus yang penulis analisis yakni Kasus Muhammad Irfan Bahri, MIB diberi penghargaan karena telah melawan begal dan menyebabkan salah satu begal tersebut meninggal dunia. Tindakan MIB dibenarkan menurut penilaian kepolisian karena termasuk dalam alasan penghapus pidana alasan pembenar yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) yakni noodweer. Penulis juga menganalisis keempat kasus lainnya diantaranya adalah kasus pertama yang menunjukan contoh pertimbangan hakim memutus noodweer terkait unsur patut dan perlu, kasus kedua yakni kasus ZA di malang yang menjadi polemik di masyarakat dan menjadi kasus yang dikritik oleh masyarakat karena menurut beberapa pandangan ZA tidaklah bersalah namun dalam persidangan ZA diputus bersalah dan divonis 1 tahun pembinaan sosial. Lalu kasus ketiga yakni kasus yang menunjukan hakim kurang cermat dalam mempertimbangkan karena terdakwa yang melakukan pembelaan terpaksa dianggap bersalah. Dan terakhir kasus keempat yang menurut penulis hakim telah salah menerapkan noodweer exces dalam kasus ini. Permasalahan dalam skripsi ini adalah : Apakah kepolisian berwenang menerapkan alasan penghapus pidana pembelaan terpaksa (noodweer) dan/atau pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer exces) dan Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana yang melakukan pembelaan diri namun pembelaan tersebut menyebabkan matinya orang lain. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penentuan narasumber pada penelitian ini adalah dari Bapak Aiptu Ahmad Pablo dari Satreskrim Polrestabes Bandung. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa : tidak ada aturan yang secara eksplisit memberikan wewenang pada polisi untuk menerapkan alasan penghapus pidana ,polisi hanya dapat memberikan fakta bahwa terdapat indikasi noodweer ataupun noodweer exces. diskresi atas kepentingan umum pun belum jelas karena tidak ada tolak ukur sehingga masih sangat abstrak untuk diterapkan dalam pelaksanaan diskresi kepolisian terkait dengan kebijakan penegakan hukum pidana. Dalam Putusan Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 1002/Pid.B/2008/PN.Smg Ferdinando tidak dapat diminta pertanggungjawaban pidana dikarenakan adanya alasan pembenar noodweer yang menghapuskan sifat melawan hukum. Hakim memutuskan adanya noodweer dalam putusan ini dan penulis setuju. Maka, putusan ini dapat dijadikan acuan dalam mempertimbangkan kasus-kasus serupa. Lalu dalam Putusan NO. 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN Kpn perbuatan terdakwa ZA tidak memenuhi unsur noodweer atapun noodweer exces, karena pada saat itu diketahui bahwa korban Misnan selaku begal tidak membawa senjata tajam dan diketahui bahwa negosiasi terjadi selama 3 jam maka seharusnya ZA menempuh cara lain, dan tidak membunuh Misnan. Penulis setuju dengan putusan hakim yakni ZA harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana.lalu dalam Putusan Nomor 201/Pid.B/2013/PN-JTH kematian korban bukanlah suatu hal yang terdakwa Jabar harapkan melainkan hanya pembelaan yang dilakukan agar membuat korban muzakir tidak berdaya dan tidak melakukan serangan lebih lanjut sehingga seharusnya terdakwa tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, Penulis tidak setuju dengan hakim yang memutus terdakwa bersalah. Lalu dalam Putusan Nomor 50/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Bta serangan balasan yang dilakukan oleh Anak Aidil terdapat rentang jeda waktu untuk berpikir dimana hal tersebut berarti seharusnya amarah atas tekanan fisik tersebut telah berhenti, dan Korban Okta telah menghentikan serangan sehingga dalam kasus kelima seharusnya tindakan Anak Aidil memukul memakai balok dan menyebabkan Anak Korban Okta meninggal dunia tidak dapat dinyatakan noodweer exces sehingga penulis tidak setuju dengan putusan hakim dan menurut penulis Anak Aidil dapat dimintai pertanggungjawaban. en_US
dc.language.iso Indonesia en_US
dc.publisher Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum - UNPAR en_US
dc.title Penerapan pembelaan terpaksa (noodweer) dan pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer exces) dalam hukum pidana Indonesia en_US
dc.type Undergraduate Theses en_US
dc.identifier.nim/npm NPM2017200032
dc.identifier.nidn/nidk NIDN0419116502
dc.identifier.kodeprodi KODEPRODI605#Ilmu Hukum


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search UNPAR-IR


Advanced Search

Browse

My Account