Abstract:
Dalam menangani isu pengungsi, Tony Abbott yang merupakan Perdana Menteri
Australia, telah membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan hukum internasional
terkait hak pengungsi. Secara keseluruhan, kebijakan Australia membahayakan
kehidupan pengungsi dan tidak memberikan kepastian terhadap masa depan
pengungsi. Kritik telah dilontarkan atas kebijakan pengungsi Australia, namun
Abbott mengatakan kebijakan tersebut merupakan tindakan kemanusiaan untuk
menghindari kasus kematian pengungsi di perairan akibat perjalanan laut yang
berbahaya yang dialami pengungsi untuk mendapatkan perlindungan internasional
dari Australia . Untuk melihat pelanggaran Australia terhadap hukum
internasional, maka penelitian ini menjawab pertanyaan “Bagaimana kebijakan
pengungsi Australia di bawah pemerintahan Tony Abbott (2013-2015) melanggar
hukum internasional terkait pengungsi?“ yang didukung dengan konsep
Liberalisme Institusional, Rezim Internasional, prinsip itikad baik dan tiga dasar
yang merupakan gabungan dari beberapa konsep lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Australia telah melanggar hukum
internasional yang dapat dilihat melalui tiga dasar. Pertama, Australia merupakan
pelaku terjadinya pelanggaran kewajiban internasional melalui pembentukan
kebijakan yang tidak berorientasi pada perlindungan pengungsi. Kedua, kebijakan
dan hukum nasional Australia bertentangan dengan hukum internasional yang
telah diratifikasi. Australia melanggar prinsip non-refoulement, dimana negara
dilarang untuk menolak atau mengembalikan pengungsi. Australia
memberlakukan kewajiban penahanan untuk pengungsi, rumah detensi yang tidak
memadai, proses peninjauan klaim suaka yang tidak adil dan memberikan
perlindungan yang hanya bersifat sementara. Ketiga, pelanggaran Australia
merupakan pelanggaran luar biasa karena Australia melakukan pelanggaran secara
sistematis dan melanggar prinsip non-refoulement sebagai hukum kebiasaan
internasional. Selain itu, Australia tidak menjalankan kewajiban internasional
dengan itikad baik untuk melindungi pengungsi dengan mencabut Konvensi
Pengungsi 1951 sebagai referensi utama hukum nasionalnya dan melanggar
perbatasan negara lain untuk mengembalikan perahu pengungsi.